A PRIMER OF FRUEDIAN
Bab 4 The Development of Personality
Bab 4 The Development of Personality
Salah satu fakta tegas tentang personalitas adalah bahwa ia
selalu berubah dan berkembang. Ini terutama dapat dikenali selama
periode-periode bayi, anak, dan dewasa. Secara struktural, ego menjadi lebih
terbedakan dan, secara dinamis, ia semakin mengontrol sumber-sumber energi yang
instingtual. There is an elaboration of behaviour patterns, tumbuhnya
cathex-cathex objek dalam bentuk minat dan keterlibatan [attachments] dan
perkembangan proses-proses psikologis dari persepsi, memori, dan pemikiran.
Seluruh personalitas menjadi lebih terintegrasi, yang berarti bahwa pertukaran
energi di antara ketiga sistem tersebut dan dengan dunia eksternal
terfasilitasi. Cathex-cathex dan anti-cathex cenderung menjadi stabil ketika
orang bertambah umur, sehingga personalitas berfungsi dalam cara yang lebih
halus, lebih tertata, dan lebih konsisten. Melalui proses pembelajaran, orang
mengembangkan skill yang lebih tinggi dalam menangani frustrasi dan kecemasan.
Perubahan-perubahan ini dan banyak lagi yang lainnya dalam diri seseorang
merupakan hasil dari lima kondisi utama: (1) maturasi, (2) excitasi yang
menyakitkan yang ditimbulkan dari external privations and deprivation (external
frustration), (3) excitasi menyakitkan yang ditimbulkan dari konflik internal
(cathex versus anti cathex), (4) ketakmemadaian personal, dan (5) kecemasan. Maturasi
terdiri dari sekuen-sekuen terkontrol dari perubahan-perubahan developmental.
Berjalan adalah contoh dari proses maturasi. Pertama-tama, bayi tidak memiliki
kekuatan lokomosi*; lalu, karena pertumbuhan tulang, otot dan tendon, dan perkembangan
dalam sistem saraf, bayi mengalami
serangkaian progresi yang dimulai dengan mengangkat kepala dan diakhiri dengan
melangkahkan langkah pertamanya sendiri. Perkembangan bahasa memperlihatkan
serangkaian progresi serupa dari ujaran-ujaran tak bermakna yang dilakukan bayi
sampai pada verbalisasi-verbalisasi bermakna seorang anak. Persepsi, memori,
pembelajaran, penilaian, dan berpikir dipengaruhi oleh maturasi sistem saraf
pusat, dan insting-insting, terutama insting seksual, berubah melalui maturasi
sistem neuro-humoral yang terdiri dari sistem saraf otonom dan
kelenjar-kelenjar endokrin. Maturation is pervasive. There is probably no
aspect of development that does not bear its imprint; akan tetapi adalah sulit
jika bukan mustahil untuk menguraikan efek-efek maturasi dari efek-efek proses
pembelajaran. Maturasi dan proses pembelajaran bergerak bahu-membahu dalam
perkembangan personalitas.
Frustrasi adalah segala sesuatu yang menghalangi suatu
excitasi menyakitkan atau tak mengenakkan untuk dilepaskan. Dengan kata lain,
frustrasi adalah sesuatu yang ada di tengah jalan [menghalangi] beroperasinya
prinsip kenikmatan. Orang bisa terfrustrasikan karena objek-tujuan tidak
ditemukan di lingkungan. ini disebut privation. Atau objek-tujuan tersebut bisa
saja ada tapi ia dikuasai pihak lain atau dijauhkan dari orang yang
menginginkannya. Ini disebut deprivation. Privasi dan deprivasi dikelompokkan
sebagai frustrasi eksternal kerena keduanya berada dalam lingkungan.
Frustrasi bisa pula disebabkan oleh sesuatu yang ada dalam
diri. Mungkin saja terdapat kekuatan-penentang atau anti-cathexis yang
menghalangi orang dari mendapatkan kepuasan. Ini disebut conflict. Atau dia
mungkin tidak memiliki keahlian, pemahaman, intelegensi, atau pengalaman yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian yang memuaskan. Kelemahan dan
keterbatasan yang terdapat dalam diri disebut personal inadequacies. Terakhir,
frustrasi bisa terjadi karena rasa takut. Orang takut mengejar hal-hal yang ia
inginkan. Rasa takut ini mungkin saja
real, neurotik, atau moral, atau kombinasi daripadanya.
Cara-cara yang dilakukan orang untuk mengatasi atau
menyesuaikan diri pada rintangan-rintangan ini membentuk personalitasnya. Ini
adalah pokok bahasan dari bab sekarang. Kita sekarang beralih untuk membahas
beberapa metode prinsipil yang melaluinya seseorang berusaha menangani
ftrustrasi-frustrasi, conflik-konflik dan kecemasan-kecesamasannya.
Metode-metode ini adalah identifikasi, displacement, sublimasi, mekanisme
pertahanan diri, dan transformasi insting melalui fusi dan kompromi.
I. IDENTIFIKASI
Dalam bab sebelumnya, pembentukan ego dan superego
dijelaskan melalui mekanisme identifikasi. Dikatakan bahwa ego dan superego
mengambil energi dari id dengan membuat identifikasi-identifikasi moralistik
dan ideasional dengan object-choice dari id. Pada saat ini kami ingin
mendiskusikan dengan lebih detil perihal kodrat identifikasi dan perannya dalam
perkembangan personalitas.
Dalam konteks sekarang, identifikasi akan didefinisikan
sebagai the incorporation of the qualities of an external object, usually those
of another person, into one�s personality. Orang yang berhasil mengidentifikasi dengan
orang lain akan menyerupai orang itu. Salah satu alasan kenapa anak-anak
menyerupai para orang tua mereka adalah bahwa mereka mengasimilasikan
karakteristik dari orang tua mereka. Tendensi untuk menyalin dan mengimitasi
orang lain merupakan faktor penting dalam mencetak personalitas.
Di bawah kondisi apa identifikasi berlangsung? Pada awalnya
sedikit kaitannya dengan frustrasi atau kecemasan. Ia melulu bergantung pada
meluasnya cathexis narcisistik (cinta-diri) pada ciri-ciri orang lain yang are
cathected in one�s self. Sebagai contoh, seorang anak lelaki yang
meng-cathect-kan ciri-ciri maskulin sendiri will be more likely to value the
masculine features of other males, bukan karena dia ingin memiliki ciri-ciri
itu tapi karena mereka mirip dengan ciri-ciri yang dia punyai. Kita selalu
condong mengidentifikasi dengan orang yang memiliki karakteristik yang sama
dengan yang kita miliki. Ini berlaku pada kepemilikan-kepemilikan material juga
pada ciri-ciri personal [traits]. Orang yang memiliki Cadillac lebih
berkemungkinan untuk beridentifikasi dengan orang lain yang memiliki Cadillac
daripada dengan mereka yang memiliki Ford. Jenis identifikasi ini disebut
narcissistic identification. Narcissisme adalah istilah Freud untuk cinta-diri.
Istilah ini diambil dari mitos Narcissus, yang jatuh cinta dengan bayangannya
sendiri yang dia lihat terpantul pada permukaan air sebuah kolam. Kita
mengatakan seseorang sebagai narcissistik ketika dia menghabiskan banyak waktu
untuk memuji diri sendiri.
Identifikasi narcissistik jangan dikacaukan dengan
object-choice. Ketika orang membuat suatu object-choice dia melakukannya karena
dia menginginkan objek tersebut. Dalam identifikasi narcissistik orang tersebut
sudah memiliki objek yang dia inginkan; cathexis-nya merely fans out to include
other people who have the same object. Pria mengidentifikasi diri dengan pria
lain karena mereka berbagi karakteristik yang sama, but they cathect women
because women are a means by which tensions of various kinds can be reduced.
Jika faktor narcissisme begitu kuat, orang akan akan
mendapatkan kepuasan hanya dari memilih suatu objek cinta yang menyerupai dirin
sendiri. Inilah satu alasan kenapa orang memilih homoseksualitas in preference to heterosexuality, atau kenapa
seorang pria bisa menikahi seorang wanita maskulin atau seorang wanita menikahi
pria yang feminin. Orang mencintai gambar pantulan dirinya seperti yang terjadi
dengan Narcissus.
Cukuplah memungkinkan bahwa semua object-choices dipengaruhi
sedikit banyak oleh narcissisme. Dua orang, misalnya, biasanya tidak akan jatuh
cinta kecuali mereka menyerupai satu sama lain dalam cara tertentu. umumnya, orang
dari kelas sosial yang sama dan dengan minat dan citarasa yang serupa akan
saling jatuh cinta dan menikah. Identifikasi narcissistik is responsible for
ikatan-ikatan yang ada di antara para anggota kelompok yang sama. Para anggota
dari fraternity saling mengidentifikasikan diri karena mereka berbagi
sedikitnya satu karakteristik yang sama: keanggotaannya dalam kelompok yang
sama. Kapanpun dua atau lebih orang memiliki sesuatu yang sama, apakah itu
fisik atau mental, minat, nilai, kepemilikan, keanggotaan dalam klub yang sama,
kewargaaan, atau apapun, mereka cenderung mengidentifikasikan satu sama lain.
Dua orang bisa mengidentifikasikan satu sama lain karena keduanya menginginkan
hal yang sama, namun bersaing satu sama lain perihal penguasaan atas objek yang
diinginkan tersebut. Akan terdengar paradoksikal unuk membicarakan an affinity
antara para musuh atau rival, tapi tak bisa diragukan bahwa afinitas semacam
itu benar-benar terjadi. Para musuh kadang menjadi teman, dan kompetisi kadang
berubah menjadi kooperasi. Polisi beridentifikasi dengan pencuri, dan begitu
pula sebaliknya.
Jenis identifikasi kedua muncul dari frustrasi dan
kecemasan. Bayangkan misalnya, kenestapaan [the plight] dari seorang gadis yang
ingin dicintai. Dia menyaksikan teman-temannya jatuh cinta dan bertanya-tanya
apakah yang mereka punyai dan tak ia miliki. Dia memutuskan untuk mengimitasi
teman-temannya, berharap dengan begitu bisa meraih tujuan yang sama yang telah
mereka alami. Jenis identifikasi ini, dimana didalamnya seorang yang frustrasi
mengidentifikasikan diri dengan orang yang sukses agar dirinya sendiri sukses,
disebut goal-oriented identification.
Identifikasi berorientasikan tujuan amat lumrah dan memiliki
efek besar atas perkembangan personalitas. Seorang anak laki-laki semakin hari
semakin mirip ayahnya jika si ayah mencapai tujuan yang juga diinginkan si
anak. Seorang anak perempuan mengidentifikasi ibunya untuk alasan yang sama dan
dengan hasil yang sama. Di lain pihak, jika si ayah atau si ibu tidak mengejar
tujuan yang diinginkan si anak, anak itu akan mencari modelnya yang cocok di
lain tempat. Salah satu alasan kenapa film-film begitu populer adalah bahwa
penonton bisa beridentifikasi dengan para tokohnya, atau dengan tokoh-jahatnya
jika dia mau, and vicariously* memuaskan keinginan-keinginan mereka yang
terbendung [frustrated]. Dengan kepuasan vicarious itu artinya bahwa orang itu
sendiri tidak mencapai tujuan tersebut tapi dia mengidentifikasikan diri dengan
orang yang telah melakukannya. Jika orang tidak bisa membuat dirinya terkenal,
dia bisa mendapat kepuasan semata-mata dengan mengasosiasikan diri dengan
seorang yang terkenal.
Haruslah ditekankan bahwa identifikasi berorientasikan
tujuan biasanya dengan kualitas-kualitas individual dari orang lain dan tidak harus
dengan suatu pribadi secara menyeluruh. Seorang anak mungkin
mengidentifikasikan dengan kekuatan yang dimiliki ayahnya dan bukan dengan
minatnya dalam membaca dan bermain golf, karena adalah kekuatan yang oleh si
anak dipandang penting dan bukan kegiatan-kegiatan rekreasionalnya. Akan
tetapi, identifikasi-identifikasi cenderung unguk menggeneralisir. Ini berati
bahwa jika seseorang mengidentifikasikan diri dengan beberapa ciri yang
dimiliki oleh orang lain dia juga cenderung akan mengidentifikasikan dengan
ciri-cirinya yang lain. Lebih jauh lagi, mungkinlah sulit untuk mengisolasi
dengan tepat karakteristik-karakteristik yang membuat orang lain itu sukses;
sebagai akibatnya, identifikasi yang total alih-alih yang parsiallah yang akan
dilakukan.
Ketika seseorang kehilangan atau tidak dapat memiliki a
cathected object, dia mungkin berusaha untuk memulihkannya dengan membuat
dirinya seperti objek tersebut. Jenis identifikasi ini bisa disebut object-loss
identification.
Object-loss identification biasa terjadi di antara anak-anak
yang telah diabaikan/dibuang oleh orang tuanya. Mereka berusaha mendapatkan
kembali cinta parental dengan berperilaku selaras dengan ekspektasi-ekspektasi
orang tua. Seorang anak akan mengidentifikasikan diri dengan apa yang dia pikir
diinginkan orang tuanya. Atau seseorang yang telah kehilangan orangtua karena
perceraian atau kematian may resolve to model his character upon the ideals of
the missing parent. Dalam contoh-contoh ini kita melihat bahwa tidaklah perlu
karakter aktual dari orang tua yang menentukan jenis identifikasi yang dibuat
oleh si anak; rather si anak mengasimilasikan standar-standar dan nilai-nilai
dari orangtuanya. Ini adalah cara dalam mana ego-ideal dibentuk.
Object-loss identification may serve to restore the actual
object. Dengan menjadi baik si anak nyatanya mendapatkan kembali afeksi
parental. Atau ia berperan untuk mengganti tempat yang sebelumnya diduduki oleh
objek yang hilang. Jika seseorang mengadopsi karakteristik orang yang telah tak
ada itu, orang itu karenanya menjadi bagian dari personalitasnya. Personalitas
tersebut sepanjang perkembangannya terbentuk melalui teraan-teraan dari banyak
object-cathex object-cathex yang telah hilang.
Jenis identifikasi ke empat adalah identifikasi yang
didalamnya seseorang mengidentifikasikan diri dengan larangan-larangan yang
dikeluarkan oleh seorang figur otoritatif. Tujuan dari jenis identifikasi ini
adalah untuk memampukan orang menghindarkan hukuman dengan menjadi patuh pada
tuntutan-tuntutan musuh potensial. Orang beridentifikasi karena rasa takut
alih-alih cinta. Identifikasi semacam ini merupakan fondasi yang menjadi dasar
bagi nurani. The network of restraining forces yang membentuk nurani
merepresentasikan the incorporation of parental restraints. Dengan meregulasi
perilakunya melalui self-imposed restraints (anti-cathex), si anak menjauhkan
diri dari melakukan hal-hal yang akan membuatnya dihukum. Sewaktu si anak
bertambah umur, identifikasi-identifikasi serupa dibuat melalui
tuntutan-tuntutan dari orang lain yang dominan.
Dengan mengidentifikasikan diri pada figur otoritas, anak
menjadi tersosialisasi. Ini berarti bahwa dia belajar tunduk pada hukum-hukum
dan aturan-aturan masyarakat tempat dia tinggal. Dengan memauhi aturan-aturan
ini, dia menjauhkan rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan. Stabilitas
masyarakat untuk sebagian besarnya didasarkan pada identifikasi-identifikasi
yang dilakukan generasi muda dengan ideal-ideal dan larangan-larangan dari
generasi yang lebih tua dan dominan. Generasi yang lebih muda mungkin
memberontak terhadap konvensi tapi mereka biasanya berakhir dengan
menyelaraskan diri pada masyarakat.
Sebelum meninggalkan topik ini kami ingin menyinggung satu
bentuk identifikasi yang amat primitif. Ini berupa memakan sesuatu agar menjadi
serupa dengan sesuatu yang dimakan itu. Misalnya, seorang pemburu memakan hati
seekor singa yang telah dia bunuh untuk menjadi seberani singa. Tipe
identifikasi primitif ini secara simbolis muncul dan dipertahankan dalam
sakramen Kristen. Dengan memakan wafel dan minum anggur yang merupakan simbol
tubuh dan darah Kristus, orang diandaikan untuk menjadi lebih menyerupai
Kristus.
Kita telah melihat dalam bagian ini bagaimana identifikasi
membentuk personalitas dengan memproduksi keserupaan antara seseorang dengan
karakteristik-karakteristik dari objek-objek, biasanya orang lain, yang ada di
dunia eksternal. Motif pendorong bagi identifikasi, di samping keragaman
narcissistik, berasal dari frustrasi, ketakcakapan, dan kecemasan, dan tujuan
yang hendak dicapai melalui identifikasi adalah pelepasan ketegangan yang
menyakitkan melalui mastery of the frustration, inadequacy, or anxiety. Keempat
jenis identifikasi yang dibahas (1) narcissistik, yang didefinisikan sebagai
pengluasan self-cathexis ke orang atau objek lain yang menyerupai diri, (2)
berorientasikan tujuan, yang didefinisikan sebagai memodelkan personalitas
seseorang atas personalitas orang lain yang telah berhasil mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan oleh dia yang mengidentifikasi, (3) object-loss,
yang didefinisikan sebagai the incorporation of cathected objects that one has
lost or not been able to possess, dan (4) with an aggressor, yang didefinisikan
sebagai the incorporation of prohibitions imposed by an authoriy figure.
II. DISPLACEMENT AND SUBLIMATION
Dalam pembahasan tentang insting dalam bab 3 sudah
ditunjukkan bahwa ciri yang paling variabel dari suatu insting adalah objek
atau cara yang melaluinya tujuan dari insting tersebut, yaitu, reduksi
ketegangan, dicapai. Jika suatu objek tidak tersedia, cathexis tersebut bisa
diganti dengan sesuatu yang tersedia. Ini berarti bahwa energi psikologis
memiliki kemampuan untuk ditukar. Proses melalui mana energi bisa
disalurkan-ulang dari satu objek ke objek lainnya disebut displacement.
Perkembangan personalitas berlangsung, dalam skala besarnya, melalui
serangkaian displacement energi atau substitusi objek. Sumber dan tujuan dari
instingnya tetap sama ketika energi didisplace; hanya objek tujuannya saja yang
berbeda.
Sebab-sebab displacement sama dengan yang menyebabkan
terjadinya perkembangan personalitas, yaitu, maturasi, frustrasi, konflik,
ketakmampuan, dan kecemasan. Bayangkan, misalnya, serangkaian displacement yang
terjadi dalam kasus apa yang diistilahkan dengan oral gratification. Mulut dan
bibir merupakan zona-zona sensitif yang yang amat berasosiasi dengan kegiatan
makan. Perangsangan bibir oleh puting membuat si bayi menyedot. Meskipun
menyedot melayani tujuan pemuasan rasa lapar, perangsangan bibir itu
mendatangkan kenikmatan tersendiri dan tak adanya stimulasi tersebut setelah
beberapa waktu lamanya akanlah mengganggu. Dengan kata lain terdapat kebutuhan
untuk menyedot yang jika tidak sepenuhnya dipuaskan melalui penyerapan makanan
akan mengekspresikan diri dalam cara-cara yang lain. Si bayi akan menyedot
jarinya sendiri atau objek-objek yang ada dalam jangkauan. Jika dia dihukum
karena menyedot jempolnya, the child will discover or be given other objects,
e.g. a candy sucker, yang dapat dia sedoti tanpa takut dihukum. Ketika dia
bertambah umur, bentuk kekanakan perangsangan bibir ditinggalkan di bawah
tekanan sosial dan cara-cara orang dewasalah yang dia adopsi. Merokok,
berciuman, membasahi bibir dengan lidah, menerapkan lipstik, minum, bersiul,
menyanyi, bicara, mengunyah permen karet dan tembakau, dan meludah adalah
beberapa dari aktivitas-aktivitas oral yang dilakukan orang dewasa.
Ini tidaklah berarti bahwa penggantian object-cathex
object-cathex tersebut melulu bergantung pada penyaluran-kembali menyedot yang
instingtual dan energi rasa lapar. Insting-insting lain bisa juga mendapatkan
kepuasan dalam kebiasaan oral pada saat yang sama that localized oral tensions
are being reduced. Berciuman jua secara seksual memuaskan dan minum minuman
keras bisa mengurangi ketegangan di samping [ketegangan] yang ada di bibir. As
a matter of fact, adalah karakteristik object-choice orang dewasa bahwa semua
itu ditentukan oleh penggabungan energi dari banyak sumber-sumber vital. Ini
dikenal sebagai the fusion of instincts. Minat-minat dan pilihan-pilihan orang
dewasa, tidak seperti yang dimiliki anak kecil, termotivasi secara kompleks,
atau seperti yang dikatakan Freud, they are overdeterminated. Dengan
overdeterminasi artinya bahwa suatu object-choice bisa memuaskan beragam
insting-insting. Fusi-fusi insting dan overdeterminasi juga dikenal sebagai
condensations. Penyaluran beberapa insting atas suatu objek merepresentasikan suatu
kondensasi sumber-sumber energi. Suatu aktivitas seperti berkebun atau hobi
seperti membuat model pesawat terbang bisa mereduksi secara simultan sejumlah
ketegangan-ketegangan yang sedikit banyak tak berkaitan. Satu alasan bagi minat
orang dewasa yang tak pernah hilang, selalu kuat pada kerja atau suatu hobi
adalah faktor motivasi multi-penyaluran ini. Seorang anak dengan cepat akan
bosan dengan apa yang sedang dia kerjakan karena masing-masing aktivitas
merupakan satu ekspresi dari hanya satu atau motif yang dengan sebentar saja
sudah merasa terpuaskan.
Apa yang menentukan suatu displacement akan dilakukan?
Kenapa satu objek tertentu daripada objek yang lain yang dipilih sebagai
pengganti bagi object-choice yang asli? Kenapa seseorang mengembangkan serangkaian
minat dan ikatan-ikatan dan orang lain memiliki serangkaian minat dan
ikatan-ikatan lain? Kenapa minat dan ikatan itu berubah dalam perjalanan hidup
seseorang?
Ada dua alasan utama kenapa displacement mengikuti suatu
alur partikular. Pertama, masyarakat, yang bertindak melalui agen utamanya,
orang tua, mempengaruhi arah-arah dalam proses displacement dengan mendukung
object-choice tertentu dan melarang yang lainnya. Di masa kanak, menyedot
jempol biasanya dicela sementara menjilati permen lolli tak dihiraukan. Orang
dewasa yang menjilati permen lolli are apt to be ridiculed, tapi masyarakat
membiarkannya dan mungkin bahkan mendorong mereka untuk menghisap rokok,
cerutu, atau pipa. Seorang dewasa yang menyedot puting botol bayi akanlah
menjadi objek celaan dan hardikan, tapi dia bisa minum bir dari botol tanpa
mendapatkan konsekuensi yang menyakitkan. Masyarakat memberlakukan
batasan-batasan pada jenis-jenis tertentu object-choice tapi juga ia biasanya
menawarkan subtitut-substitut yang memuaskan. Ketika masyarakat gagal
memberikan substitut yang cocok, orang cenderung menggunakan objek-objek yang
dilarang, bagaimanapun juga. Lihatlah respon yang terjadi atas larangan
pembuatan dan penjualan minuman beralkohol di Amerika Serikat selama tahun
1920an. Para pedagang gelap dan toko-toko gelap menjamur karena orang tidak
akan meninggalkan bentuk gratifikasi oral ini.
Penentu penting kedua dari pemberian arah bagi displacement
adalah derajat kemiripan antara objek asli dengan subtitutnya, or what amounts
to the same thing, the extent to which the objects are identified with one
another. Jika seseorang dihalangi dalam melepaskan ketegangan by one route, dia
akan mencari keluaran lain yang is as much like the forbidden path as it is
possible for it to be. Jika keluaran ini juga dihalangi dia akan mencari objek
ketiga, dan begitulah seterusnya sampai dia mendapatkan satu jalan yang bisa
dilakukan. Derajat kemiripan biasanya semakin berkurang dengan masing-masing
displacement suksesif sehingga pilihan final bisa saja jauh berbeda dan
karenanya jauh kurang memuaskan daripada objek aslinya. Ketika dikatakan bahwa
satu objek jauh kurang memuaskan daripada objek yang lain, itu berarti bahwa
the outcome of the transaction with the object yields less tension-reduction. Dengan
kata lain, melakukan transaksi dengan suatu objek substitut menyisakan orang
dengan ketegangan residual atau sisa-sisa ketegangan yang belum dilepaskan.
Pilihan finalnya merepresentasikan [memperlihatkan] suatu kompromi; objek
substitut tersebut lebih baik daripada tidak ada sama sekali namun kurang
memuaskan daripada pilihan yang asli. Ego yang mengontrol pemilihan objek final
tersebut harus melakukan banyak kompromi-kompromi semacam itu di antara
tuntutan-tuntutan id, superego, dan dunia eksternal yang saling berkonflik.
Serangkaian displacement yang didalamnya each succesive
substitution is less closely identified with the original choice may be
illustrated by the following example. A boy�s first love object is
ordinarily his mother. She is originally perceived as the ideal woman. Karena
tidak mungkin baginya untuk mendapatkan kepemilikan yang eksklusif atas ibunya
dan karena dia mengetahui bahwa dia memiliki ketak-ketaksempurnaan*, dia
termotivasi untuk mencari suatu substitut yang sempurna dan available. Pilihan
akan jatuh pada guru TK atau tetangga sebelah atau bibi sampai dia mendapati
bahwa mereka juga memiliki kekurangan dan tak available. Selanjutnya dia akan
jatuh cinta dengan perempuan yang lebih tua, barangkali kakak perempuan atau
pacar kakak lelaki atau sekretaris ayahnya. Pilihan-pilihan ini ternyata jalan
buntu juga. Dia mulai mengkhayalkan wanita sempurna atau mencoba menemukannya
di filem dan dalam buku. Jika dia punya bakat dia bisa menulis puisi atau
melukis gambar yang mengandung konsepsinya tentang wanita ideal. Pada akhirnya
dia biasanya settles for a real person, seseorang yang menyerupai ibunya atau
versi yang diidealisir atasnya. Dalam pencarian akan substitut ibu ini,
displacement demi displacement ditumpuk-susun sehingga keseluruhan jaringan
object-cathex object-cathex bisa dikonstruksi. Energi dari cathexis yang
dibentung itu mendistribusikan diri pada banyak aktivitas-aktivitas baru tak
beda dengan sungai yang dibendung mengalir mengikuti banyak aliran baru. Minat,
hobi, kebiasaan dan trait pribadinya, nilai-nilai, sikap, sentimen, dan
keterikatan-keterikatan yang dia miliki semua itu bisa diwarnai oleh
displacement of energy dari hasrat yang terhalang untuk mencapai kepemilikan
eksklusif atas ibu ideal.
Jika objek substitut itu merupakan objek yang
merepresentasikan suatu tujuan kultural yang lebih tinggi, tipe displacement
ini disebut sublimasi. Contoh dari sublimasi adalah pengalihan energi pada
pengejaran-pengejaran intelektual, humanitarian, kultural dan artistik. Ekspresi
langsung dari insting agresif dan seksual ditransformasi menjadi bentuk-bentuk
prilaku yang tidak seksual dan tidak agresif sama sekali. Sumber dan tujuan
dari energi instingtual tetap sama dalam kegiatan-kegiatan sublimatif, seperti
yang terjadi dalam semua displacement, tapi objek atau cara melalui mana
ketegangan-ketegangan direduksilah yang berubah. Freud melihat bahwa minat da
Vinci dalam melukiskan Madonna-madonna merupakan ekspresi sublimatif dari
perinduan akan ibunya yang telah terpisah darinya sejak usia dini.
Soneta-soneta Shakespeare, puisi Walt Whitman, musik Tschaikowsky, dan novel
Proust telah dipandang sebagai ekspresi-ekspresi sublimatif dari
dorongan-dorongan homoseksual mereka. Semenjak mereka tidak dapat mencapai
kepuasan yang tuntas bagi keinginan-keinginan seksualnya dalam kehidupan real,
mereka berpaling pada kreasi-kreasi imajinatif. Orang yang kurang berbakat,
yang sama banyaknya dalam membutuhkan sublimasi dengan para seniman dan
pelukis, melakukan pengalihan-pengalihan yang lebih awam bagi energi-energi
instingtualnya. Freud menunjukkan bahwa perkembangan peradaban dimungkinkan
oleh larangan-larangan object-cathex object-cathex* yang primitif. Energi yang
dihalangi pelepasannya dalam cara yang langsung dialihkan ke dalam saluran-saluran
yang secara sosial bermanfaat dan secara kultural kreatif. Sublimasi tidaklah
menghasilkan kepuasan yang tuntas; selalulah ada semacam ketegangan residual
yang tidak bisa dibuang melalui object-choice sublimatif. Ketegangan ini is
responsible, in part, for the nervousness of civiled man, but it is also
responsible for the highest achievement of mankind.
Freud menunjukkan bahwa pada kenyataannya seseorang tidak
pernah sepenuhnya membuang object-cathexisnya yang asli. Maksudnya bahwa
seseorang selalu mencari cinta pertamanya dalam objek pengganti. Gagal dalam
menemukan suatu substitut [pengganti] yang dapat memuaskan dengan tuntas, dia
bisa meneruskan pencariannya atau dia mencoba berlapang dada dengan sesuatu
yang nomor dua. Ketika dia menerima suatu substitut dia dikatakan to be
compensating for the original goal object. Orang pendek yang ingin tinggi bisa
berkompensasi dengan �berpura-pura menjadi besar�, orang yang ingin
dicintai bisa berkompensasi dengan minum atau overreacting; wanita yang tidak
menikah yang keinginannya untuk mempunyai anak terhambat bisa berkompensasi
menjadi seorang guru. Struktur karakter memuat banyak kompensasi-kompensasi
semacam itu; nyatanya, kebanyakan minat dan keterkaitan orang dewasa merupakan
kompensasi bagi keinginan-keinginan masa kanak yang terbendung. Ini tidaklah
berarti bahwa kompensasi-kompensasi pada dirinya sendiri merupakan kekanakan;
hal tersebut berarti bahwa sumber-sumber energi sebagai alasan keberadaan
kompensasi-kompensasi tersebut berasal dari dispacement energi dari
object-choice yang sebelumnya.
Seorang pengacara bisa mendapatkan kepuasan oral yang tinggi
dalam membela suatu kasus di hadapan juri, seorang dokter bedah bisa
mendapatkan outlet bagi dorongan-dorongan agresifnya dengan melakukan operasi
atas pasien, dan seorang psikolog bisa terpuaskan hasrat-hasrat masa kecilnya
akan informasi seksual dengan melakukan studi-studi ilmiah tentang perilaku
seksual, namun jaranglah bisa dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan profesional
dari pengacara, ahli bedah, atau psikolog adalah kekanakkan dan tak dewasa. Ia
merupakan cara dalam mana energi yang digunakan membedakan anak-anak dari orang
dewasa, bukan sumber-sumber energi atau tujuan akhirnya, yang banyak
kesamaannya pada semua level umur. Pengacara bisa mereduksi ketegangan oral
dengan berpresentasi di hadapan juri sama banyaknya dengan anak yang menjilati
sebatang permen lolli, tapi cara yang mereka pakai dalam memastikan kelegaan
tersebut sepenuhnya berbeda. Seseorang yang mengabdikan hidupnya dalam menyelidiki
perilaku seks bisa mendapatkan kelegaan dari ketegangan-ketegangan seksual
setara dengan yang dialami don Juan yang mempraktekkan apa yang para ilmuwan
telaah, namun hasil aktivitas-aktivitas mereka tidaklah sama, yang satu
menambah khasanah pengetahuan sementara yang lain melulu mendapatkan kenikmatan
sensual.
Kemampuan untuk membelokkan energi dari satu objek ke objek
yang lain merupakan instrumentalitas yang paling kuat bagi perkembangan
personalitas. Seperti yang telah kita lihat di bab sebelumnya, pembentukan ego
dan superego dicapai melalui displacement sejumlah besar energi dari
proses-proses id untuk memproses hal-hal yang membentuk ego dan superego.
Perkembangan ego dan superego selanjutnya dilakukan melalui displacement energi
dalam masing-masing sistem. The whole complex network of adult interests,
preferences, values, attitudes, and attachments, and the acquisition and
abandonment of them throughout life, dimungkinkan oleh displacement. Jika
energi psikologis tidak dapat dibelokkan [displacable] dan tidak distributif
tak akanlah ada perkembangan personalitas.
Ketika dikatakan bahwa energi psikis bersifat distributif
itu berarti bahwa energi can be parceled out di antara sejumlah aktivitas.
Sumber energi yang sama bisa melaksanakan banyak jenis kerja yang berbeda, sama
seperti listrik yang mengalir di satu rumah bisa dipakai untuk memanggang roti,
mencampur adonan kue, menjalankan vacuum cleaner, atau mencukur jenggot. Energi
dari insting seksual, misalnya, bisa didistribusikan di antara beragam
aktivitas seperti misalnya berkebun, menulis surat, menonton pertandingan
baseball, atau mengkhayal.
III. DEFENSE MECHANISMS OF THE EGO
Salah satu tugas besar yang dibebankan kepada ego adalah
tugas menangani ancaman dan bahaya yang mengepung dan melahirkan kecemasan. Ego
bisa berusaha menangani mara bahaya dengan mengadopsi metode-metode
problem-solving yang realistik, atau ia bisa berusaha mengurangi kecemasan
dengan menggunakan metode-metode yang menyangkal, mem-falsify, atau mendistorsi
realitas dan hal itu menghambat perkembangan personalitas. Metode-metode yang
belakangan disebut defense mechanism yang dimiliki ego. Ada beberapa mekanisme
pertahanan diri, dan mekanisme-mekanisme yang paling penting ini akan diperikan
dalam bagian ini.
A. REPRESI
Suatu cathexis dari id, ego atau superego yang mendatangkan
kecemasan bisa bisa dihalangi untuk tidak masuk ke dalam kesadaran dengan
ditandingi oleh suatu anti-cathexis. Penumpulan atau membendung cathexis
melalui anti-cathexis disebut represi.
Ada dua macam represi, represi primal dan represi sebenarnya
[proper]. Represi primal mencegah suatu object-choice instingtual yang tidak
pernah sadar masuk ke tataran sadar. Represi-represi primal merupakan
rintangan-halangan yang ditentukan secara batiniah* yang bertanggungjawab dalam
menjaga sebagian besar isi id untuk secara permanen tetap berada di tataran
bawah sadar. Represi-represi primal ini telah terbentuk dalam diri orang
sebagai hasil pengalaman rasial dalam situasi-situasi yang menyakitkan. Sebagai
contoh, tabu terhadap incest dikatakan didasarkan pada suatu hasrat yang kuat
akan relasi seksual dengan ayah atau ibu. Ekspresi dari hasrat ini dihukum oleh
orang tua. Ketika ini terjadi berulang kali sepanjang sejarah rasial manusia,
represi atas hasrat incest terbentuk dalam diri dan menjadi represi primal. Ini
berarti bahwa tiap-tiap generasi baru tidak perlu belajar [learn] merepresi
hasrat tersebut semenjak represi itu sendiri sudah diwarisi.
Incidentally, suatu tabu yang kuat semisal tabu incest
menandakan hasrat yang kuat kepada objek yang dilarang itu. Jika tidak, tak
akanlah perlu bagi adanya larangan yang keras.
Dengan tetap dijauhkan/dikeluarkan dari wilayah kesadaran,
object-choice instingtual yang berbahaya tidak mampu membangkitkan kecemasan
atas prinsip bahwa apa yang tak kita ketahui tak akan melukai. Akan tetapi,
object-choices ini bisa mempengaruhi perilaku dalam berbagai cara tak langsung
atau mengasosiasikan diri dengan bahan-bahan yang telah menjadi sadar,
karenanya membangkitkan kecemasan. Ego may then deal with the disguised
penetration of threatening id-cathexes into cansciousness or behavior by
instituting represion proper. Represi-sebenarnya (sedari sekarang lebih baik
hanya disebut sebagai represi) mengusir memori, gagasan, atau persepsi yang
berbahaya dari kesadaran dan memasang benteng-benteng pertahanan terhadap
segala bentuk pelepasan motoris.
Sebagai contoh, represi bisa menghindarkan orang dari
melihat sesuatu that is in plain view, or distort that which he does see, or
falsify the information coming in through the sense organs, in order to protect
the ego from apprehending an object that is dangerous or that is associated
with a danger that would arouse anxiety. Serupa itu pula, represi beroperasi
terhadap memori-memori yang traumatik atau terhadap memori-memori yang
diasosiasikan dengan pengalaman traumatik. Ingatan-ingatan yang diasosiasikan
itu bisa sepenuhnya tak membahayakan pada dirinya sendiri, tapi dengan
mengingat ingatan-ingatan itu orang akan beresiko untuk mengingat pengalaman
traumatik. Karenanya a whole complex of memories may fall under the influence
of repression. Gagasan-gagasan berbahaya bisa juga direpresi. Dalam semua
kasus, apakah itu merupakan suatu persepsi, memori, atau gagasan yang
direpresi, tujuannya adalah untuk menghilangkan kecemasan objektif, neurotik,
atau moralistik dengan menyangkal atau memfalsifikasi keberadaan ancaman
internal atau external demi kedamaian ego.
Meski represi perlu bagi perkembangan personalitas normal
dan digunakan to some extent oleh setiap orang, ada orang yang who depend upon
it to the exclusion of other ways of adjusting to threats. Orang-orang ini
dikatakan terrepresi. Kontak-kontak mereka dengan dunia terbatas dan mereka
memberi kesan menarik diri, tegang, rigid, dan pasang kuda-kuda. Their lips are
set and their movement are wooden. Mereka teramat banyak menggunakan energinya
untuk mempertahankan their far-flung repressions that they do not have very
much left over for pleasurable and productive interactions with the environment
and with other people.
Kadang represi akan mengganggu fungsi-fungsi normal bagian
tubuh. Orang yang terrepresi bisa impoten secara seksual atau frigid karena dia
takut akan impuls seks, atau dia mungkin mengembangkan apa yang diistilahkan
kebutaan histeris atau kelumpuhan histeris. Dalam kebutaan atau kelumpuhan
histeris, mata dan otot baik-baik saja tapi anti-cathex menghalangi si individu
dari melihat atau menggerakkan kaki atau tangan. Mekanisme represi memberi
kontribusi pada perkembangan banyak gangguan fisik, seperti misalnya arthritis,
asma, dan ulcers, yang merupakan sebagian yang paling sering terjadi dari apa
yang disebut gangguan psikosomatik. Arthritis bisa muncul dari inhibition of
hostility. The inhibition spreads to the musculature, through which aggression
is overtly expressed, and creates a condition of painful tension, which if it
persists for a long time develops into a chronic arthritis condition. Serupa
itu pula, asma bisa disebabkan oleh meluasnya represi pada mekanisme bernafas. A
state of apprehension menyebabkan orang untuk bernafas pendek-pendek. Sebagai akibatnya, dia tidak mendapat cukup
oksigen dan kurang mengeluarkan karbondioksida. The resulting partial
asphyxiation menghasilkan nafas terengah-engah, sangat khas dari orang yang
asmatis. Ulcers may develop when fear interferes with the digestion.
Meski ego merupakan tempat beradanya represi, ia bisa
bertindak di bawah perintah-perintah superego ketika it institutes a
repression. Sebagai akibatnya, semakin influental superego is in the character
struktur, the more repressions there are likely to be. Represi yang dijalankan
oleh superego merupakan versi terinternalisasi dari larangan-larangan parental
yang diberlakukan kepada anak kecil.
Apa yang terjadi pada cathex-cathex yang direpresi? Mereka
mungkin tetap tak mengalami perubahan dalam personalitas, mereka mungkin
mencari jalan untuk membobol rintangan yang membendungnya, mereka mungkin
menemukan ekspresi melalui displacement, atau the repression may be lifted.
Contohnya, impetus dari insting seks bisa meningkat begitu besar semasa
adolescence sehingga it overwhelms the resistances established during
childhood. Under strong provocation a person who has repressed his aggressive
urges may become very belligerent. Ketika bendungan represi hancur, biasanya
terjadi membuncahnya energi secara intens seperti ramainya seorang anak ketika
bubaran kelas.
Displacement memungkinkan cathex-cathex yang direpresi
mendapatkan semacam pemuasan yang kurang lebih memuaskan. Akan tetapi perlulah
bagi displacement untuk menyembunyikan sumber asli dari cathexisnya, jika tidak
ego akan mengetahui siasat tersebut dan melakukan mekanisme represinya sekali
lagi. Cathex-cathex yang direpresi melakukan segala cara penyamaran yang
melalui penyamaran itu dia berkemungkinan mencapai pelepasan. Seorang anak yang
permusuhannya terhadap sang ayah terepresi mungkin mengekspresikannya sebagai
seorang dewasa dalam bentuk simbolik dengan melanggar hukum atau memberontak
terhadap konvensi-konvensi masyarakat. Hasrat-hasrat yang terepresi seringkali
mendapatkan pemenuhan simboliknya dalam mimpi. Bermimpi memasuki sebuah rumah,
misalnya, bisa menyimbolkan suatu keinginan incest akan ibunya, jika rumah dan
ibunya diasosiasikan bersama dalam pikiran orang yang bermimpi itu. Represi
suatu hasrat menghukum diri sendiri bisa menyebabkan orang menghukum dirinya
dalam cara-cara yang tak langsung seperti misalnya mengalami kecelakaan,
kehilangan sesuatu, dan melakukan kesalahan-kesalahan yang tak perlu. Suatu
cathexis yang direpresi bisa mengekspresikan diri dalam bentuk penyangkalan
verbal atas benda-benda yang amat diinginkan sesoerang. �I
don�t
want that�
sebenarnya bisa berarti �I do want it.� Ketika seseorang mengatakan, �That�s
the last thing I was thinking of,� itu berarti it was the first.
Represi bisa dibuang ketika sumber ancaman hilang sehingga
represi tidak lagi diperlukan. Akan tetapi, dihilangkannya represi tidaklah
terjadi secara otomatis. Orang harus menemukan [discover] bahwa ancaman
tersebut sudah tidak ada lagi. Dia mengetahui hal ini dengan pengujian
realitas. Adalah sulit untuk melakukan pengujian semacam itu ketika represi
masih ada, akan tetapi represi tidak akan hilang sampai pengujian itu
dilakukan. Inilah kenapa seseorang is apt to catty around a lot of unnecessary
fears that are hang-over from childhood. Dia tidak pernah mendapat kesempatan
untuk menyingkapkan bahwa rasa takut itu tidak lagi memiliki fondasinya.
Meskipun represi is responsible untuk banyak kondisi-kondisi
abnormal, perannya dalam perkembangan personalitas normal tidak boleh
diminimalisir. The erecting of a battery of repressing forces against the
instinctual object-cathexes of the id melindungi ego infantil dari
serangan-serangan yang dilancarkan id dan memampukan ego untuk mengembangkan
its latent resources and capacities. Jika ego sudah mencapai kekuatan yang
mencukupi untuk menangani ancaman dengan metode-metode yang lebih rasional,
represi tidak lagi perlu dan its persistence constitutes a drain upon the ego�s
energy. Pembuangan represi* sewaktu orang bertambah umur membebaskan energi
yang disuntikkan ke dalam anti-cathex anti-cathex untuk kegiatan-kegiatan yang
lebih produktif.
B. PROYEKSI
Jika seseorang menjadi merasa cemas akibat tekanan dari id
atau superego kepada ego, dia bisa mencoba mengendurkan kecemasan tersebut
dengan menerakan sebab-musabab atau asal-usulnya pada dunia eksternal.
Alih-alih berkata, �I hate him,� dia bisa berkata, �He hates me�;
atau alih-alih mengatakan, �My conscience is bothering me,� dia bisa berkata,�He
is bothering me.� Dalam kasus pertama, orang menyangkal bahwa rasa permusuhan
tersebut datang dari id dan mengatribusikannya pada orang lain. Dalam kasus
kedua, orang menyangkal sumber perasaan dikejar-kejarnya itu dan
mempersalahkannya pada orang lain. Jenis pertahanan ego terhadap kecemasan
moral dan neurotik ini disebut proyeksi.
Ciri mendasar proyeksi adalah bahwa the subject of the
feeling, yang adalah orang itu sendiri, dirubah. Proyeksi mungkin mengambil
bentuk mempertukarkan subjek dengan objek. �I hate you�
dikonversi menjadi �You hate me.� Atau ia mungkin mengambil bentuk mengganti satu subjek
dengan subjek lain sementara objeknya tetap sama. �I am punishing myself�
diubah menjadi �He is punishing me.� Apa yang sebenarnya
sedang ego lakukan ketika ia melakukan proyeksi adalah mentransformasi
kecemasan moral atau neurotik menjadi kecemasan objektif. Seseorang yang takut
akan impuls-impuls agresif dan seksualnya mendapatkan kelegaan bagi
kecemasannya dengan mengatributkan keagresifan dan seksualitas kepada orang
lain. Merekalah pihak yang agresif dan seksual, bukan dia. Seperti itu pula,
seseorang yang takut akan nuraninya sendiri consoles** himself dengan pikiran
bahwa orang lain bertanggungjawab dalam mengganggu dirinya, dan bukanlah
nuraninya.
Apakah tujuan dari transformasi semacam itu? Ia melayani
tujuan mengubah ancaman internal dari id atau superego yang sulit ditangani ego
menjadi ancaman eksternal yang lebih mudah untuk ego tangani. Seseorang
biasanya memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengetahui bagaimana berurusan
dengan ketakutan-ketakutan objektif daripada harus menguasai kecakapan dalam
mengontrol kecemasan moral dan neurotik.
Proyeksi lebih daripada membantu menyurutkan kecemasan. Ia
juga memberikan orang suatu excuse dalam mengekspresikan perasaan realnya.
Seseorang yang percaya bahwa dia dibenci atau dikejar-kejar bisa menggunakan
kepercayaannya ini sebagai pembenaran untuk menyerang musuh imajinernya. Dengan
menggunakan dalih mempertahankan diri terhadap musuh dia sanggup mendapat
kepuasan bagi impuls-impuls dari sikap bermusuhan. Dia mendapatkan kenikmatan
tanpa merasa bersalah karena dia merasa bahwa agresinya itu terjustifikasi.
Tentu saja, the whole affair is siasat yang disengaja atau rasionalisasi untuk mengelak
dari tanggungjawab personal atas tindakan-tindakan seseorang agar tidak
disalahkan oleh orang lain.
Term rasionalisasi dipakai di sini dalam artian menemukan
suatu excuse atau alibi yang justifiable dalam dunia eksternal untuk melakukan
sesuatu yang berkemungkinan dihardik oleh superego. Rasionalisasi juga mengacu
pada substitusi suatu motif yang disetujui secara sosial bagi motif lain yang
tak diakui secara sosial. Orang yang memberikan banyak uang untuk sumbangan
mungkin dia sedang melakukannya atas dasar kebaikan hati ketika dia sebenarnya
dimotivasi oleh suatu hasrat untuk pamer atau oleh rasa bersalah dari nurani.
Obviously orang tak bisa menyadari bahwa dirinya sedang melakukan proyeksi atau
melakukan rasionalisasi, otherwise mekanisme tersebut tidak akan mengendurkan
kecemasan. Ini berlaku untuk semua pertahanan diri yang dilakukan ego; mereka
harus beroperasi secara tak disadari agar efektif dalam mereduksi kecemasan.
Proyeksi larangan-larangan dan hukuman-hukuman superego amat
mudah dilakukan karena superego merupakan representatif internal dari sesuatu
yang aslinya adalah eksternal. Sebelum superego terbentuk, larangan-larangan
dan hukuman-hukuman diberlakukan oleh orang tua. Sebagai akibatnya, sesuatu
yang suatu kali adalah eksternal bisa dibikin eksternal sekali lagi. Ini lebih
berkemungkinan besar terjadi ketika superego belum kukuh terinkorporasi ke
dalam struktur personalitas. Seseorang dengan superego yang terintegrasi dengan
lemah lebih cenderung mengatribusikan rasa perasaan bersalahnya pada pengejaran
yang dilakukan oleh orang lain karena dia merasa bahwa hambatan-hambatan itu
datang dari sumber yang asing dan bukan berasal dari dirinya.
Proyeksi adalah bentuk mekanisme pertahanan diri yang sering
kita temui karena sedari masa awal orang terdorong untuk mencari sebab-sebab
prilakunya di dunia eksternal dan abai untuk memeriksa dan menganalisis
motif-motifnya sendiri. Lebih jauh lagi, orang belajar bahwa dia bisa
menghindarkan hukuman dan self-blame [penyalahan diri sendiri] dengan membuat
excuse-excuse dan alibi-alibi yang plausible bagi perbuatan-perbuatan salahnya.
He is, in effect, diberi ganjaran karena mendistorsikan kebenaran.
Terdapat tipe proyeksi lainnya yang sekilas tidak tampak
bersifat defensif. It consists of sharing one�s feelings and thought
with the world. Orang merasa bahagia dan memandang bahwa orang lain juga
bahagia, atau orang merasa nestapa dan mengira bahwa dunia memang penuh
kenestapaan. Dengan analisis yang lebih mendalam sifat defensif dari shared
projection ini menjadi jelas. Ketika orang-orang lain tidak bahagia kebahagian
yang dimiliki seseorang terancam, karena kebahagiaannya itu membuatnya merasa
bersalah karena merasa berbahagia sendirian sementara yang lain ditimpa
kemalangan. Untuk menghilangkan ancaman itu, dia mengatributkan kebahagiaan
yang sama pada orang-orang lain. Seorang siswa yang terbiasa menyontek selama
ujian sering mengexcuse diri atas dasar bahwa hampir semua orang lain menyontek
juga. Atau dia percaya bahwa promiscuity* seksual adalah suatu kelumrahan dia
bisa menggunakan kepercayaannya ini untuk meng-excuse-kan petualangan
seksualnya. Jenis proyeksi ini tidaklah melibatkan represi atas motif aslinya
dan menggantikannya dengan motif yang lain. Orang tersebut mengakui bahwa dia
memiliki motif tersebut tapi kecemasan moralnya direduksi dengan memproyeksikan
motif itu pada orang lain.
C. REACTION FORMATION
Insting-insting dan dan turunan-turunannya [derivatives] may
be arranged as pairs of opposites: kehidupan versus kematian, cinta versus
benci, konstruksi versus destruksi, aksi versus passivitas, dominansi versus
ketundukan, dan seterusnya. Ketika salah satu insting menimbulkan kecemasan
dengan melakukan tekanan kepada ego baik secara langsung atau pun melalui
superego, ego akan mencoba mengalihkan impuls ofensif tersebut dengan
berkonsentrasi pada kutub lawannya. Sebagai misal, jika perasaan benci kepada
orang lain membuat seseorang cemas, ego bisa melancarkan aliran rasa kasih demi
menutupi sikap permusuhan tersebut. Kita bisa mengatakan bahwa cinta is
substituted for hate, tapi ini tidak benar karena perasaan-perasaan agresif
tetap ada di balik penampilannya yang affectionate. Akanlah lebih tepat untuk
mengatakan bahwa cinta adalah kedok yang menyembunyikan rasa benci. Mekanisme
ini di mana satu insting disembunyikan dari kesadaran dengan kutub lawannya
disebut reaction formation**.
Bagaimana orang bisa membedakan antara sebuah cathexis akan
suatu objek dengan cathexis yang merupakan produk dari pembentukan-reaksi ini?
Sebagai contoh, apa yang membedakan cinta sebagai suatu pembentukan-reaksi
dengan cinta �sejati�?
ciri utama pembeda dari cinta reaktif adalah ciri exaggeration. Cinta reaktif
terlalu banyak memprotes; it is overdone. Extravagant [royal, berlebihan sampai
di luar kebiasaan], ingin menonjolkan diri, dan affected. Ia adalah tiruan, dan
kepalsuannya, seperti pemeran ratu dalam Hamlet yang overacting, biasanya
dengan mudah bisa dideteksi. ciri lain dari suatu pembentukan-reaksi adalah
sifat kompulsifnya. Seseorang yang mempertahankan diri melawan kecemasan
melalui suatu pembentukan reaksi cannot deviate from expressing the opposite of
what he really feels. Cintanya, sebagai misal, tidaklah fleksibel. Ia tidak
dapat mengadaptasi diri dalam mengubah keadaan seperti yang biasanya bisa
dilakukan oleh emosi-emosi yang asli; rather it must be constantly on display
as if any failure to exhibit it would cause the contrary feeling to come to the
surface.
Fobia adalah contoh dari suatu pembentukan-reaksi. Orang
yang menginginkan apa yang dia takuti. Dia tidak takut akan objek tersebut; dia
takut pada keinginan atas objek itu. Rasa takut reaktif membuat keinginan yang
menakutkan itu tidak bisa dipenuhi. Pembentukan-pembentukan-reaksi juga berakar
dari superego; nyatanya superego bisa dipandang sebagai suatu sistem
pembentukan reaksi yang telah dikembangkan demi melindungi ego dari id dan dari
dunia eksternal. High ideals of virtue and goodness mungkin merupakan
pembentukan-pembentukan reaksi melawan object-cathex object-cathex primitif lebih
daripada nilai-nilai realistik which are capable of being lived up to.
Pandangan-pandangan Romantik atas chastity dan kemurnian mungkin mengedoki
hasrat-hasrat seksual yang kasar, altruisme mungkin menyembunyikan sikap
mementingkan diri sendiri, dan kesalehan menyembunyikan keberdosaan.
Pembentukan-reaksi dipakai dalam melawan ancaman-ancaman
eksternal juga terhadap ancaman internal. Seseorang yang takut akan orang lain
bisa berpaling 180 derajat menjadi berteman dengannya. Atau ketakutan akan
masyarakat bisa mengambil bentuk kepatuhan penuh pada konvensi-konvensi
masyarakat. Kapanpun terdapat konformitas rigid dan berlebihan pada serangkaian
aturan, secara adil bisa dipastikan bahwa konformitas tersebut adalah satu
bentuk pembentukan-reaksi, dan di balik kedok conformitas itu dia sebenarnya
didorong oleh pemberontakan dan antagonisme.
Satu contoh yang menarik dari pembentukan-reaksi adalah
pembentukan-reaksi yang diperlihatkan oleh kaum pria yang takut akan adanya
tanda-tanda kelembekan, yang mereka persamakan dengan femininitas, in their
make-up. Mereka berusaha untuk menutupi tendensi-tendensi femininnya dengan
menjadi maskulin dan tegas [hard]. As a result mereka menjadi
karikatur-karikatur dari maskulinitas daripada pria real. Kaum perempuan bisa
berusaha menyembunyikan femininitasnya di balik mantel prilaku dan pakaian yang
maskulin.
Kadang suatu pembentukan-reaksi akan memuaskan
keinginan-aslinya which is being defended against. Seorang ibu yang takut
mengakui bahwa dia merasa kesal dengan anak-anaknya akan teramat mencampuri
kehidupan mereka, dengan dalih karena perduli perihal kesejahteraan dan
keselamatan mereka, that her over-protection is really a form of punishment.
Pembentukan-reaksi merupakan penyesuaian-penyesuaian
terhadap kecemasan yang irasional. Mereka menghabiskan energi demi
maksud-maksud yang menipu dan hipokritis. Mereka mendistorsikan realitas dan
mereka membuat personalitas menjadi rigid dan tak fleksibel.
D. FIKSASI
Meski perkembangan psikologis, seperti pertumbuhan fisik,
merupakan proses yang gradual dan kontinyu sepanjang dua dekade pertama dari
hidup, adalah mungkin untuk membedakan tahapan-tahapan yang lumayan bisa
didefinisikan dengan tegas yang dilalui oleh orang sewaktu dia berkembang.
Sebagai contoh, terdapat empat tahapan masa bayi, masa kanak, remaja
[transisi], dewasa. Biasanya orang bergerak dari satu tahap ke tahap lain dalam
progresi yang tetap. Kadang progresi itu merandeg dan orang itu tetap berada
pada satu titian tangga pertumbuhan alih-alih mengambil langkah selanjutnya.
Ketika ini terjadi dalam perkembangan fisik kita menyebutkan pertumbuhan orang
itu having been stunted. Jika ini terjadi dalam pertumbuhan psikologis kita
mengatakan bahwa orang itu mengalami fiksasi.
Fiksasi merupakan bentuk pertahanan lain melawan kecemasan.
Orang yang mengalami fiksasi takut untuk mengambil tahap selanjutnya karena the
hazards and hardships that he sees lying ahead. Kebanyakan anak akan merasakan
keengganan yang diakibatkan oleh rasa cemas ketika mereka memulai hari pertama bersekolah,
para remaja biasanya tidak tenang pada kencan pertamanya, siswa sekolah
lanjutan atau kolese look forward with a mixture of worry and anticipation to
his impending graduation, dan praktisnya setiap orang merasakan sedikit
kecemasan sewaktu dia melakukan suatu petualangan baru. Kecemasan yang orang
alami dalam meninggalkan yang lama dan yang familiar menuju yang baru dan tak
familiar disebut kecemasan separasi. Ketika kecemasan separasi menjadi terlalu
besar, orang cenderung tetap terfiksasi pada cara hidup yang lama daripada
melangkah ke kehidupan yang baru.
Apa yang ditakuti orang yang mengalami fiksasi? Ancaman apa
yang menginterupsi perkembangan psikologis? Ancaman utama adalah insecurity,
kegagalan dan hukuman. Insecurity adalah keadaan pikiran yang berkembang ketika
seseorang merasa bahwa dia tidak memiliki kemampuan untuk menangani
tuntutan-tuntutan dari suatu situasi baru. Dia merasa bahwa situasi baru
tersebut terlalu berat baginya dan bahwa the outcome akanlah menyakitkan.
Ketakutan akan gagal is much the same sort of thing kecuali bahwa ada rasa
takut tambahan yaitu ketakutan dalam mendapat malu jika gagal. Kegagalan
merupakan tamparan bagi self-esteem seseorang (ego-ideal). Terakhir terdapat
ketakutan akan mendapat hukuman, yang mungkin merupakan ketakutan yang paling
penting dari semuanya. Bayangkan seorang anak yang mencoba menyatakan
independensinya dari orang tuanya dengan mengembangkan minat dan
keterikatan-keterikatan dengan pihak diluar keluarganya. Yaitu, dia
mengembangkan cathex-cathex untuk orang lain dan hal-hal lain. Dia mungkin
enggan untuk membuat object-choice semacam itu karena dia takut orang tuanya
akan membalas tindakan-tindakannya itu dengan menarik kembali cinta kasih
mereka, dan sebagai akibatnya dia akan ditinggalkan sendirian dan tak
terlindungi. Pada saat yang sama dia tidak dapat merasa pasti bahwa
object-choice yang baru itu akan mengkompensasi kehilangan cinta kasih parental
ini. Bagi si anak atau remaja tersebut hal ini barangkali menjadi suatu dilema
yang nyata, the outcome of which will determine apakah dia akan melangkah maju
atau jalan di tempat. Dia lebih condong untuk berfiksasi jika dia sebelumnya
pernah mengalami rejection parental.
Adalah ironis, tapi meski demikian benar, bahwa seorang anak
lebih condong untuk terikat kepada perlindungan dari ibunya karena ketakutan
seperti ini daripada karena cinta. Dia takut akan apa yang ibunya akan lakukan
padanya jika dia mencoba menyatakan independensinya. Seorang anak yang merasa
yakin akan afeksi dari orangtuanya dan tahu dari pengalaman bahwa mereka tidak
akan membuang dirinya sedikit kemungkinannya utnuk menjadi terfiksasi dalam
tahap perkembangan yang belum matang.
Di samping fiksasi pada objek-objek terdapat pula fiksasi
dalam perkembangan struktur dan dinamika personalitas. Sebagian orang tidak
maju melampaui level dari wishful thinking. Yang lain tidak pernah belajar
membedakan dengan tegas antara dunia subjektif dengan realitas objektif. Yang
lainnya lagi hidup di bawah dominasi superego yang kaku atau hidup dalam
cengkraman ketakutan-ketakutan masa kecil. Sebagian orang berfiksasi pada suatu
mekanisme pertahanan diri tertentu yang keseluruhan personalitas berpusing di
sekitarnya. Yang lain tetap berada dalam level prilaku impulsif. Terdapat
segala jenis dan derajat fiksasi yang menghindarkan orang dari penyadarannya
akan potensialitas-potensialitas psikologis yang dia miliki. Hampir setiap
orang secara psikologis dibuat tak bergerak melangkah dalam suatu cara oleh
rasa takut.
E. REGRESI
Setelah mencapai suatu tahap perkembangan tertentu,
seseorang bisa melangkah mundur pada level yang lebih awal karena rasa takut.
Ini disebut regresi. Seorang wanita muda yang menikah yang menjadi cemas
setelah pertengkaran pertamanya dengan suaminya bsa kembali ke keajegan rumah
orang tuanya. Seseorang yang telah dilukai oleh dunia akan menutup diri dalam
suatu dunia mimpi yang privat. Kecemasan moral bisa menyebabkan orang melakukan
sesuatu yang impulsif agar dia dihukum seperti yang pernah dia alami ketika
masih sebagai seorang anak. Any flight from controlled and realistic thinking
constitutes a regression.
Bahkan orang yang sehat, dan menyesuaikan diri dengan baik
melakukan regresi dari waktu ke waktu demi mereduksi kecemasan, atau, seperti
yang mereka katakan, to blow off steam. Mereka merokok, mabuk, makan
berlebihan, lose their tempers, menggigiti kuku, pick their noses, melanggar
hukum, talk baby talk, menghancurkan barang-barang, masturbasi, membaca
cerita-cerita misteri, pergi ke bioskop, terlibat dalam praktek-praktek seksual
tak biasa, mengunyah permen karet dan tembakau, berpakaian seperti anak-anak,
ngebut dan mengemudi dengan ceroboh, percaya pada roh-roh baik dan jahat, tidur
siang, berkelahi dan saling membunuh, berjudi kuda pacuan, mengkhayal, memberontak
atau tunduk pada otoritas, berjudi kartu, berdandan lama di depan cermin, act
out their impulses, mencari kambing hitam, dan melakukan seribu satu hal-hal
yang kekanakan. Beberapa dari regresi ini dilakukan oleh orang dewasa. Bermimpi
adalah contoh bagus dari aktivitas regresi dalam arti ia melibatkan proses
pengukuhan rasa nikmat melalui wish-fulfilment yang magis.
F. GENERAL CHARACTERISTICS OF THE DEFENSE MECHANISMS
Mekanisme pertahanan diri dari ego merupakan cara-cara
irasional dalam menangani kecemasan karena semua itu mendistorsikan,
menyembunyikan, atau menyangkal realitas dan menghambat perkembangan
psikologis. Mereka ngeukeuweuk energi yang bisa digunakan untuk
aktivitas-aktivitas ego yang lebih efektif. Ketika suatu pertahanan diri
menjadi amat berpengaruh ia mendominasi ego dan memangkas fleksibilitas dan
adaptabilitasnya. Finally, jika pertahanan-pertahanan itu ambruk, ego akan
mengalami kemunduran dan dikuasai oleh kecemasan. Akibatnya adalah nervous
breakdown.
Lalu kenapa pertahanan-pertahanan itu ada jika mereka dalam
banyak cara begitu membahayakan? Alasan bagi keberadaannya adalah alasan
developmental. Ego anak-anak masih terlalu lemah untuk mengintegrasikan dan
mengsintesiskan semua tuntutan yang diajukan kepadanya. Pertahanan-pertahanan
ego diadopsi sebagai tindakan-tindakan protektif. Jika ego tidak dapat
mereduksi kecemasan melalui cara-cara rasional, ia harus memakai
tindakan-tindakan seperti misalnya menyangkal adanya ancaman (represi),
mengeksternalisasi ancaman tersebut (proyeksi), menyembunyikan ancaman tersebut
(pembentukan-reaksi), diam tak bergerak (fiksasi), atau mengundurkan diri
(regresi). Ego masa kanak memerlukan dan menggunakan semua mekanisme aksesoris
ini.
Kenapa mereka dipertahankan setelah mereka melayani
tujuan-tujuannya yang penting bagi ego masa kanak? Mereka terus ada ketika ego
gagal untuk berkembang. Tapi satu alasan kenapa ego gagal untuk berkembang
adalah terlalu banyaknya energi ego diperuntukkan bagi pertahanan-pertahanan
yang dimilikinya. Ini adalah lingkaran setan. Pertahanan-pertahanan tidak bisa
dibuang/dihentikan karena ego tidak adekuat, dan ego tetap tidak adekuat
sepanjang ia bergantung pada pertahanan-pertahanannya. Bagaimana ego bisa
memutus lingkaran setan ini? Satu faktor yang penting adalah kedewasaan
[maturation]. Ego tumbuh sebagai a result of innate changes in the organism
itself, notably changes in the nervous system. Di bawah dampak maturasi, ego
dipaksa untuk berkembang.
Faktor penting lainnya bagi kesehatan perkembangan ego
adalah lingkungan yang memberikan si anak suksesi pengalaman yang disinkronkan
dengan kapasitas-kapasitasnya dalam melakukan penyesuaian diri. At no time
should the dangers and hardships be so strong as to be incapacitating to the
child or so eak as to be unstimulating. Di masa bayi potensi-potensi ancaman
dalam hidup harusnya kecil, di masa awal kanak-kanak ancaman itu harusnya
sedikit lebih kuat, dan begitu seterusnya sepanjang tahun-tahun pertumbuhan.
Dalam serangkaian lingkungan yang bergradasi semacam itu ego akanlah memiliki
kesempatan untuk melepaskan satu demi satu mekanisme-mekanisme pertahanannya
(di bawah kondisi-kondisi ideal mekanisme-mekanisme pertahanan itu tidak akan
berkembang) dan menggantinya dengan mekanisme-mekanisme yang lebih realistik
dan lebih efisen.
IV TRANSFORMASI-TRANSFORMASI INSTING
Perbedaan yang paling mencolok antara bayi dengan orang
dewasa, terlepas dari perbedaan fisik dalam ukuran dan tenaga, adalah kontras
antara the limited repertoire of behaviour of the baby dengan the wide range of
activities dari orang dewasa. Bayi menghabiskan energinya hanya dalam beberapa
cara sementara orang dewasa memiliki pilihan-pilihan yang hampir tak terbatas.
Bagaimana energi menemukan saluran-saluran baru bagi pengekspresian diri?
Bagaimana bisa terjadi bahwa insting-insting fundamental kehidupan dan
kematian, yang merupakan sumber dari segenap energi psikis, mencabang ke semua
arah dan memberikan motif bagi banyak ragam transaksi yang dilakukan orang
dewasa dengan lingkungan?
Pertama, adalah penting untuk memperjelas tentang certain
fundamental matters. Insting-insting kehidupan dan kematian yang ada dalam
id originally contain all of the psychic
energy. Energi psikis dihasilkan melalui suatu transformasi dari energi ragawi.
Tujuan dari insting-insting tersebut adalah untuk menghilangkan
excitation-excitatiton ragawi dan mengembalikan seseorang pada keadaan mental
dan fisiologis yang damai [quiescence] (keterbebasan dari ketegangan).
Insting-insting ini berupaya mencapai tujuan ini dengan menggunakan energi
untuk kerja-kerja psikologis, misalnya, mempersepsi, mengingat, dan berpikir.
Ketika kerja psikologis itu selesai dilakukan, artinya, ketika suatu rencana
tindakan telah dirumuskan, energi muscular dilepaskan dalam bentuk tindakan
motor. Orang tersebut melakukan sesuatu. Dia bicara, atau berjalan, atau
menggunakan tangannya untuk mendatangkan hasil yang diinginkan. Hasil yang
diinginkan itu selalu merupakan reduksi ketegangan. Ini dicapai dengan
menghalau kondisi yang menggangu yang telah menghasilkan ketegangan. Hanya
bagaimana rencana tindakan mental itu ditransformasikan ke dalam aktivitas
fisik tidaklah diketahui. Bahwa hal itu terjadi pastilah sudah jelas bagi
setiap orang yang pernah secara sadar memikirkan untuk melakukan sesuatu dan
kemudian melakukannya.
Ketika kita bertanya kenapa seseorang melakukan sesuatu,
apakah itu menangkapi kupu-kupu, mencuci mobil, mengoperasikan mesin pintal,
atau menulis buku, apa yang ingin kita tahu adalah apa yang memotivasinya.
Insting tertentu apa yang mengarahkan proses-proses psikologisnya sedemikian
rupa sehingga insting-insting itu memandunya untuk mengumpulkan kupu-kupu,
mencuci mobil, menjalankan mesin pintal, atau menulis buku? Kita mungkin
berpendapat bahwa terdapat suatu insting tertentu [spesifik] bagi masing-masing aktivitas ini, tapi
tampaknya ini hampir tidak pernah merupakan penjelasan yang plausible.
Sedikitnya penjelasan itu tidak terlalu ekonomis, dan ilmu pengetahuan selalu
ingin mencapai ekonomi.
Lebih baik kita harus mencari jawabannya dalam apa yang
Freud sebut �the
instincts and their vicissitudes.� [variability] dalam satu artian tertentu jawaban pada
pertanyaan tentang bagaimana cakupan terbatas dari perilaku anak diperluas
menjadi keberagaman perilaku orang dewasa akan membuat kita kembali mengulang
segala hal yang sudah kita bahas. Satu jawaban yang pendek akanlah berarti
bahwa pembentukan ego dan superego, pendistribusian energi dalam ketiga sistem
dan pemakaiannya dalam cathex-cathex dan anti-cathex, dan jejaring interaksi
yang rumit di antara id, ego, dan superego dan ketiganya dengan dunia
menjelaskan bertambah kompleksnya perilaku.
Alih-alih mengulang semua yang telah dikatakan, marilah kita
membatasi perhatian kita pada beberapa pertimbangan yang penting. Yang
terutama, sangatlah sedikit, jika pun ada, aktivitas-aktivitas orang dewasa
yang merupakan produk dari suatu insting kehidupan atau kematian secara
sendirian. Any particular action is more likely to be a consequence of a fusion of instincts.
Seseorang belajar dari pengalaman bahwa dia bisa mereduksi
ketegangan-ketegangan yang muncul secara serentak dari sejumlah sumber dengan
terlibat dalam suatu aktivitas yang rumit [complicated]. Seorang pemain bola,
misalnya, memuaskan sejumlah insting atau derivatif-derivatifnya ketika dia
bermain bola.
Hampir setiap aktivitas merupakan kondensasi dari suatu
kompleks motif. Penggabungan insting-insting itu dicapai melalui pensintesisan
fungsi-fungsi ego. Lebih detilnya akan dijelaskan nanti.
Yang kedua, suatu aktivitas bisa memperlihatkan suatu
kompromi antara daya-daya pendorong (cathex) dengan daya-daya penolak
(anti-cathex). Sebagai akibat dari adanya resistensi, seseorang tidak dapat
melepaskan ketegangannya secara langsung; dia mesti menemukan suatu landasan
pertengahan antara kepuasan penuh dengan ketakpuasan penuh. Misalnya,
afeksi-afeksi yang merepresentasikan kompromi antara pemenuhan suatu dorongan
seksual dengan resistansi ego atau larangan superego terhadap pemenuhan semacam
itu. Seperti itu pula kritik verbal merupakan titik tengah antara agresi fisik
dengan non-agresi. Alasan dibentuknya kompromi ditemukan dalam pepatah �half
a loaf is better than no bread at all.�
Dari semua displacement-displacement ini�karena
aktivitas-aktivitas kompromi sebenarnya adalah displacement�motif-motif
baru (object-cathex) diperoleh. Ketika seseorang mensubstitusi cinta dengan
seks, dikatakan bahwa dia telah membentuk satu motif baru. Actually, akan
tetapi, motif baru ini tidaklah meliputi perubahan dalam daya pendorong
dasarnya atau dalam tujuan akhirnya. Daya pendorong itu tetap diberikan oleh
insting seks, dan tujuannya masihlah menghilangkan ketegangan seksual. Apa yang
berubah adalah cara dalam mencapai tujuan tersebut. Orang berusaha mereduksi
ketegangan seksual dengan ekspresi-ekspresi cinta yang diseksualisasi.
Motif-motif baru atau object-cathex object-cathex ini disebut instinct
derivatives.
Instinct derivatives sama beranekaragamnya dengan jumlah tak terbatas dari displacement dan
kompromi yang sanggup dibikin manusia. Keterkaitan, preferensi, minat,
cita-rasa, sikap, kebiasaan, sentiment, nilai, dan ideal-ideal adalah bentuk
dari instinct derivatives. Compromise object-cathexes biasanya tidak melepaskan
semua ketegangan. Cinta romantik, misalnya, menyisakan orang dengan excitasi
seksual residual. Suatu insting yang dihalangi dalam melepaskan semua energinya
mengalami apa yang dikatakan sebagai aim-inhibited. Insting yang
dihambat-tujuannya membuat object-cathex yang kuat dan daya pendorong yang
persistent karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan pelepasan
ketegangan. Sebagai akibatnya excitasi-excitasi yang tak dilepaskan tersebut
memberikan a continual stream of energy yang digunakan untuk mempertahankan
objek-cathex.
Ini membawa pada konklusi yang tampaknya paradoksikal.
Minat, keterkaitan, dan semua bentuk motif-motif yang acquired lainnya tetap
hidup karena mereka pada derajat tertentu terhambat [terfrustrasikan] sekaligus
terpuaskan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki minat intens dan yang tak
pernah puas* dalam mendengarkan musik klasik tidak mendapatkan pemuasan yang
penuh. Mendengarkan musik bukanlah substitut yang sepenuhnya memuaskan bagi
suatu object-choice yang lebih mendasar. Pencinta musik tidak dapat mendapatkan
his fill of music karena ia bukanlah sesuatu yang sebenarnya dia inginkan. Akan
tetapi hal itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Setiap kompromi pada saat yang sama adalah penyangkalan
[renunciation]. Seseorang yang menyerah atas sesuatu yang benar-benar ia
inginkan tapi tak bisa dia miliki, dan menerima hal terbaik kedua atau ketiga
yang bisa dia peroleh. Cinta yang tak pernah padam seorang anak pada ibunya,
dan cinta ibunya bagi si anak, perasaan positif yang dirasakan seorang anggota
sebuah klub terhadap anggota lainnya, cinta pada negara, dan bermacam
keterkaitan lainnya semuanya termotifasi oleh insting yang dihambat-tujuannya.
Vicissitude yang ketiga yang dialami oleh insting dilakukan
oleh tindakan mekanisme pertahanan. Pertahanan-pertahanan, begitulah mereka
disebut, ada untuk membantu ego dalam menangani kecemasan. Semenjak satu sumber
kecemasan merupakan ancaman dari insting, mekanisme pertahanan berusaha
mematikan ancaman tersebut dengan mengubah object-choice instingtual. Insting
kematian, misalnya, diproyeksikan ke luar oleh ego dalam bentuk destruksi,
agresi, mastery, dominansi, ekploitasi, dan kompetisi. Ini berarti bahwa
objek-objek eksternal disubstitusi untuk object-choice yang asli yang adalah
dari dalam dirinya sendiri. Sepanjang energi dari insting kematian bisa dipantulkan
menjauh dari diri orang itu sendiri, ancaman tersebut dimatikan dan dia tidak
lagi merasa cemas. Di sini kita sekali lagi melihat bekerjanya an aim-inhibited
instinct. Sepanjang action upon a substitute object tidak pernah bisa
sepenuhnya dipuaskan, proyeksi insting kematian akan tetap ada. Ini menjelaskan
bagi fakta bahwa keagresifan merupakan karakteristik manusia yang menonjol, dan
bahwa bentuk-bentuk yang kurang menonjol dari digantikannya agresi seperti
misalnya, mastery, dominansi, eksploitasi, dan kompetisi bahkan lebih sering
ditemui. Semakin lemah ekspresi semakin sering ditemui daripada keagresifan
yang kasar karena mereka lebih merepresentasikan suatu kompromi. Sebagai
akibatnya, semua itu lebih termotivasi secara persisten karena, gagal dalam
mereduksi ketegangan setuntasnya, they have more available to maintain the
habit. Perkelahian adu jotos adalah lebih memuaskan (melepaskan lebih banyak
ketegangan) daripada kompetisi di antara lawan bisnis, tapi orang dewasa jarang
terlibat dalam pertarungan adu jotos dan lebih banyak dalam kompetisi. As a
general rule, semakin substitut object-choice berbeda dari aslinya dalam
memberikan kelegaan dari ketegangan, semakin besar ia akan dipelihara orang. Represi
atas object-choice instingtual menghasilkan bermacam jenis pembentukan
substitute yang berperan dalam melepaskan energi dalam bentuk-bentuk yang
tersamarkan. Penyamaran ini dicapai dengan mengganti satu object-choice dengan
yang lain. Tujuan dari penyamaran ini adalah untuk menghindarkan ego untuk menjadi
cemas. Sepanjang substitut itu berhasil mengecoh ego, dan pada saat yang sama
memberikan semacam reduksi ketegangan, substitut tersebut akan dipertahankan.
Seseorang yang telah merepresi insting kematiannya, misalnya, akan mendapatkan
kepuasan bagi keinginan dari kematiannya dengan membaca berita-berita kematian
dan kolom obituari dalam koran, dengan menghadiri penguburan, dan dengan
mendengarkan dirge-dirge. Better yet, he may become an undertaker.
Mimpi dipenuhi dengan representasi-representasi simbolik
atau disamarkan dari hasrat-hasrat yang terepresi. Ketika yang disamarkan itu
menjadi terlalu transparent, orang yang bermimpi biasanya akan terbangun.
Mimpi-mimpi kecemasan dan mimpi buruk, misalnya disebabkan oleh munculnya
hasrat-hasrat terepresi yang membuat orang itu menjadi cemas.
Pembentukan reaksi operates on the instincts tidak melalui
pensubstitusian satu objek dengan objek yang lain, seperti yang terjadi dengan
proyeksi, tapi dengan menyuntikkan begitu banyak energi dari satu insting ke dalam
suatu objek sehingga ia menghindarkan
energi dari insting lainnya mengekspresikan diri. Modesty, misalnya, mungkin
menyembunyikan hasrat untuk menonjolkan diri.
In summary, all of the far-flung activities of the adult
person are motivated by the energy of the life and death instincts. Apapun yang
seseorang lakukan adalah bisa (1) suatu ekspresi langsung dari suatu insting,
dalam kasus mana akan berupa object-choice id yang simpel seperti, makan,
tidur, eliminating, dan bersetubuh, atau (2) ia dimotivasi oleh kombinasi
insting-insting, atau (3) ia merepresentasikan suatu kompromi antara daya
pendorong dan daya pembendung, atau (4) ia membangun suatu pertahanan ego.
Akan tetapi kita telah neglected untuk menyinggun satu jenis
perubahan lainnya yang penting yang terjadi dalam insting-insting. Meski tujuan
insting tetap konstan sepanjang hidup, sumber insting-insting, yang sebagiannya
membentuk excitasi-excitasi ragawi, bisa berubah sepanjang berlangsungnya
perkembangan. Excitasi-excitasi ragawi yang baru muncul, dan yang lama
mengalami modifikasi atau dibuang sebagai konsekuensi dari pendewasaan,
latihan, stimulasi, penyakit, kelelahan, medikasi, diet, bertambah umur, dan
interaksi dengan excitasi ragawi yang lain. Perubahan-perubahan ini bisa menambahkan
insting-insting baru, menghilangkan insting yang lama, atau memodifikasinya
dalam suatu cara.
V. THE DEVELOPMENT OF THE SEXUAL INSTINCT
Konsepsi Freud tentang insting seksual adalah lebih luas
daripada konsepsi yang biasa. Ia tidak hanya meliputi pembelanjaan energi untuk
aktivitas-aktivitas yang mendatangkan kenikmatan yang meliputi stimulasi dan
manipulasi genital, tapi ia juga mencakup manipulasi atas zona-zona tubuh yang
lain juga demi kenikmatan. Suatu bagian tubuh dimana berlangsung proses-proses
excitatoris yang mengganggu (ketegangan) cenderung memfokus dan yang
ketegangannya bisa dihilangkan dengan beberapa tindakan pada bagian tersebut,
seperti misalnya menyedot atau dipijat, disebut zona erogenus. Manipulasi atas
suatu zona erogenus dipandang memuakan karena manipulasi itu dapat mengendurkan
ketergangguan, seperti menggaruk melegakan sensasi gatal, dan karena tindakan
itu mendatangkan rasa sensual yang mendatangkan nikmat.
Tiga zona erogenus yang utama adalah mulut, anus, dan
organ-organ genital, meski setiap bagian permukaan tubuh bisa menjadi pusat
excitatoris yang menuntut dilakukannya pengenduran dan memberikan rasa nikmat.
Masing-masing zona utama diasosiasikan dengan kepuasan kebutuhan vital, mulut
dengan kegiatan makan, anus dengan pembuangan, dan organ seks dengan
reproduksi. Rasa nikmat dari zona-ona erogenus tersebut mungkin dan seringkali
independen dari rasa nikmat yang datang dari dipenuhkannya kebutuhan vital
tersebut. Sebagai contoh, menyedot ibu jari dan masturbasi merupakan kegiatan
mereduksi ketegangan, tapi yang disebut lebih dahulu tidaklah memuaskan rasa
lapar juga yang belakangan tidak melayani tujuan reproduksi.
Zona-zona erogen amat penting bagi perkembangan personalitas
karena zona-zona itu merupakan sumber-sumber excitasi mengganggu yang penting
di masa permulaan yang harus ditanggulangi oleh si bayi dan yang membuat si
bayi mendapatkan pengalaman-pengalaman akan rasa nikmat penting untuk pertama
kalinya. Lebih jauh lagi, tindakan-tindakan yang melibatkan zona-zona erogenus
membuat si bayi terlibat konflik dengan orang tuanya, dan frustrasi-frustrasi
dan kecemasan-kecemasan yang dihasilkannya merangsang dikembangkannya sejumlah
hal seperti adaptasi, displacement, pertahanan, transformasi, compromi, dan
sublimasi.
A. ZONA ORAL
Dua sumber utama dari rasa nikmat yang berasal dari mulut
adalah rasa nikmat dari stimulasi tactual [berkenaan dengan indra rabaan], yang
diperoleh dengan memasukkan benda-benda ke dalam mulut, dan menggigit.
Stimulasi taktual dari bibir dan lubang mulut dengan memasukkan objek ke dalam
mulut menghasilkan rasa nikmat erotik (seksual) oral. Rasa nikmat agresif oral
datang belakangan dalam perkembangan yang terjadi karena ia harus menunggu
tumbuhnya gigi. Jika kegiatan memasukkan benda ke dalam mulut menyakitkan,
seperti ketika si bayi melakukannya dengan bahan yang pahit, si bayi melepaskan
diri dari objek ofensif tersebut dengan meludahkannya keluar. Akibat dari
pengalaman-pengalaman seperti itu, bayi belajar menghindari rasa sakit dengan
menutup mulutnya dari benda-benda yang mengganggu. Dilain pihak, jika suatu
objek yang mendatangkan nikmat dilepaskan dari mulut bayi, misalnya payudara
ibu atau botol minum, the baby tends to hold on. Mulut, karenanya, memiliki
lima cara utama dalam berfungsi, (memasukkan, (2) holding on, (3) menggingit,
(4) memuntahkan, dan (5) menutup. Masing-masing cara ini adalah prototip atau
model asli dor certain traits.
Dengan prototip artinya suatu cara orisinil dalam
menyesuaikan diri pada keadaan yang menyakitkan atau mengganggu. Ia berperan
sebagai model bagi adaptasi-adaptasi yang terjadi belakangan. Dengan kata lain,
bayi, setelah mengetahui cara melakukan penyesuaian tertentu, menggunakan
penyesuaian-penyesuaian yang sama ketika situasi-situasi serupa yang muncul dalam
kehidupannya yang belakangan. Jika memasukkan sesuatu ke dalam mulut
mendatangkan rasa nikmat, seperti ketika si bayi sedang lapar, lalu memasukkan
pengetahuan atau cinta atau kekuasaan seolah-olah seseorang merasakan
kekosongan mungkin juga mendatangkan rasa nikmat. Pada kenyataannya, kita
membicarakan rasa lapar akan pengetahuan atau cinta atau kekuasaan seolah-olah
semua itu merupakan benda keras yang bisa ditelan. Mulut menyediakan banyak
pengalaman-pengalaman prototipikal yang ditransferkan dan dipindahkan pada
situasi-situasi serupa lainnya. Indeed, sebagian besar pengalaman prototipikal
melibatkan tubuh karena bayi lebih peduli dengan fungsi-fungsi tubuh daripada
dengan lingkungan eksternal.
Memasukkan sesuatu melalui mulut adalah prototip bagi acquisitiveness,
holding on [prototipe untuk] tenacity [kegigihan] dan determinasi, menggigit
untuk kedestruktifan, memuntahkan untuk rejeksi dan pencelaan, menutup untuk
penyangkalan dan negatifisme. Apakah ciri-ciri ini akan berkembang dan menjadi
bagian dari karakter seseorang atau tidak bergantung pada jumlah frustrasi dan
kecemasan yang dialami dalam kaitannya dengan ekspresi prototipe ini. Misalnya,
bayi yang disapih terlalu cepat mungkin mengembangkan kecenderungan kuat untuk
to hold on to things untuk mengantisipasi terulangnya pengalaman penyapihan
yang traumatis tersebut.
Dengan berbagai macam displacement dan sublimasi, fiksasi atas satu mode oral prototipikal itu
mungkin berkembang menjadi a whole network of interests, attitudes, and
behaviour. A person who acquired a predominantly incorporative orientation
tidak hanya memasukkan sesuatu melalui mulut tapi melalui organ-organ indra,
misalnya, dengan menyaksikan dengan mata dan mendengarkan dengan telinga. Sikap
untuk memasukkan tersebut mungkin melingkupi hal-hal abstrak dan simbolis
seperti misalnya dimasukkannya cinta, pengetahuan, uang, kekuasaan, dan
kepemilikan lainnya. Kerakusan dan acquisitiveness berkembang sebagai akibat
dari tidak mendapatkan makanan atau cinta yang cukup yang terjadi di masa-masa
awal kehiudupan. Orang yang acquisitive tidaklah bisa dipuaskan karena apapun
yang dia dapatkan, apakah itu uang atau nama besar, hanyalah substitute bagi
sesuatu yang benar-benar ia inginkan, yaitu, makanan dari seorang ibu yang
penuh kasih.
Karena si bayi amat tergantung pada suatu agen eskternal,
biasanya ibunya, dalam kehendaknya untuk mengendurkan stress oral dan
diperolehnya kenikmatan oral, sibu bisa mengontrol perilaku si bayi dengan
memberina makanan ketika dia patuh pada keinginan-keinginan si ibu dan dengan
menahan makanan ketika dia tak patuh. Semenjak pemberian makanan menjadi
terasosiasikan dengan cinta dan approval dan menahan makanan dengan penolakan
[rejection] dan disapproval, si bayi menjadi cemas ketika si ibu melakukan
penolakan dan meninggalkannya, karena hal ini menandakan hilangnya desirable
oral supplies. Jika banyak kecemasan bertumpuk pada ancaman ini yang mengancam
kenikmatan oral si bayi, dia cenderung untuk menjadi terlalu bergantung pada
ibu dan juga pada orang lain. Dia mengembangkan sikap bergantung kepada dunia.
Alih-alih belajar memuaskan kebutuhan-kebutuhannya melalui usaha sendiri, dia
mengharapkan segala sesuatu diberikan padanya ketika dia berbuat baik dan
sebaliknya jika berbuat buruk.orang semacam itu dikatakan memiliki struktur
karakter yang oral-dependent.
Jika hasrat untuk bergantung membuat sesoerang merasa malu,
suatu pembentukanr eaksi bisa berkembang yang akan membuat orang itu menentang
tergantung pada orang. Dia tidak dapat meminta sesuatu kepada seseorang karena
itu akan berarti hilangnya ketaktergantungannya.
Proyeksi bisa juga dipakai sebagai bentuk pertahanan
terhadap ketergantungan. Alih-alih mencari bantuan, seseorang yang melakukan
proyeksi akan merasa berkewajiban untuk memberikan bantuan kepada orang lain.
Orang semacam itu mungkin akan memilih profesi perawat, pekerja sosial atau
kerja-kerja humanitarian lainnya. Atau keinginan-keinginan oral yang terepresi
mungkin muncul dalam bentuk yang tersamar. Seseorang yang menjadi berminat dalam linguistik,
mengoleksi botol, atau mempelajari ventriloquisme.
Keagresifan oral dengan menggigit merupakan prototipe bagi
banyak jenis agresi yang disamarkan atau yang diganti. Anak yang menggigit
dengan giginya ketika dewasa akan menggigit dengan sarkasme verbal, mencela,
dan sinis, atau dia mungkin menjadi pengacara, politisi, atau penulis
editorial. We speak of �biting into something� atau �taking
the bit in one�s
teeth�
ketika seseorang memperlihatkan perilaku agresif, masterful, dan dominan.
Ketika orang merasa bersalah, agresi oral bisa digunakan sebagai sebentuk
penghukuman-diri. Dia mungkin menggigit bibir atau lidahnya.
Agresi oral mungkin menimbulkan perasaan cemas yang pada
waktu itu dibendung melalui bermacam mekanisme ego. Orang mungkin bereaksi
melawan agresi oral dengan menyuarakan hanya hal-hal yang baik saja tentang
orang lain. Atau dia mungkin memproyeksikan agresi oralnya sehingga dia melihat
dirinya sebagai seorang korban agresi dari suatu dunia yang dipenuhi dengan
musuh. Dia akan menjadi terfiksasi dalam tahap perkembangan oral-agressive yang
primitif (the oral biter) atau mengalami kemunduran ketika frustrasi=frustrasi
yang dia alami dalam tahan-tahap selanjutnya lebih berat.
Meludahkan [memuntahkan] dan menutup mulut hampir mengikuti
garis yang sama dengan perkembangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan
menggitit. Cara-cara bereaksi yang prototipikal ini ditransformasi dalam
beragam cara, tergantung pada kepuasan-kepuasan tertentu dan
frustrasi-frustrasi yang mereka temui. Jenis personalitas yang meludahkan
[memuntahkan] ini dicirikan dengan sikap mencela dan rasa jijik, tipe menutup
mulut dengan a shut-in, guarded wuality. Dibentuknya pertahanan melawan
mode-mode perilaku yang diakibatkan oleh kecemasan ini mempengaruhi perkembangan
personalitas dalam banyak cara. Sebagai contoh, an undiscriminating acceptance
of what anyone says or does, dicirikan oleh ungkapan, �He�ll
swallow anything,� merupakan pembentukan reaksi terhadap sikap meludahkan ini.
Perasaan merasa sebagai orang yang terbuang secara sosial yang kepadanya dunia
telah menutup pintu-pintunya merupakan proyeksi dari menutup mulut terhadap
dunia yang menyakitkan.
Manifestasi-manifestasi dari kelima cara dari aktivitas oral
ini bisa dilihat dalam banyak panggung kehidupan. Semua itu muncul dalam
relasi-relasi dan keterkaitan-keterkaitan interpersonal seseorang, dalam
minat-minat dan preferensi-preferensi ekonomi, sosial, politik, dan sikap
religius, dan dalam minat preferensi estetik, kultural, rekreasional, atletis
dan jenis profesi.
B. ZONA ANAL
Di ujung yang lain dari kanal pemberian makanan dari mulut
adalah pintu yang ada di belakang, anus, yang melaluinya produk tak bermanfaat
dari proses pencernaan dibuang dari tubuh. Ketegangan-ketegangan muncul di
wilayah ini sebagai akibat dari akumulasi materi fecal. Materi ini memunculkan
tekanan pada dinding-dinding usus, yang merupakan bagian dari jalur intestinal
sebelum anus, dan pada kran anal, yang merupakan otot-otot yang seperti katup.
Ketika tekanan pada kran anal itu mencapai level tertentu, ia membuka dan
produk tak berguna itu dibuang melalui tindak defecation.
Pembuangan dengan sedikit paksaan ini menghasilkan kelegaan
bagi orang dengan cara menghilangkan sumber ketegangan itu. Sebagai akibat dari
pengalaman pengenduran-ketegangan yang mendatangkan rasa nikmat dari pembuangan
ini, mode aksi in imungkin dipakai untuk membuang ketegangan-ketegangan yang
muncul di bagian-bagian tubuh lainnya. Pembuangan expulsif [dengan sedikit
paksaan] merupakan prototipe bagi terjadinya semprotan emosional, temper
tantrums, rages, dan reaksi-reaksi pelepasan primitif lainnya.
Biasanya sepanjang tahun kedua kehidupan, refleks-refleks
ekspulsif involuntary are brought under voluntary control melalui serangkaian
pengalaman yang secara familiar sudah dikenal sebagai pelatihan-toilet.
Pelatihan-toilet biasanya merupakan pengalaman pertama yang krusial yang
seorang anak miliki yang melibatkan disiplin dan otoritas eksternal.
Pelatihan-toilet memperlihatkan suatu konflik antara suatu cathexis instingtual
(keinginan untuk membuang kotoran) dengan halangan-halangan eksternal.
Konsekuensi-konsekuensi dari konflik ini biasanya meninggalkan imprints yang
sukar dihapuskan pada struktur personalitas.
Metode-metode yang dipakai ibu dalam melatih anak, dan
sikap-sikapnya tentang urusan-urusan seperti misalnya, defecation, kebersihan,
kontrol, dan tanggungjawab, sebagian besar menentukan sifat pengaruh yang akan
dipunyai pelatihan-toilet tersebut atas personalitas dan perkembangannya. A
person naturally resists having a pleasurable activity interfered wiht and
regulated. Jika interferensi itu amat ketat dan punitif anak akan membalasnya
dengan mengotori diri secara sengaja. Ketika dia bertambah usia anak semacam
itu akan berbuat adil terhadap figur-figur otoritas yang menghambat [membikin
frustrasi] dengan bersikap messy, tak bertanggungjawab, tak mengikuti aturan,
wasteful, dan berlebihan. Prosedur-prosedur pelatihan-toilet yang ketat mungkin
juga mendatangkan suatu pembentukan reaksi terhadap uncontrolled expulsiveness
dalam bentuk kerapihan yang mendetil, cerewet, keinginan akan ketertataan yang
impulsif, hemat berat, penuh rasa jijik, takut akan yang kotor, hemat waktu dan
uang, dan prilaku terlalu terkontrol lainnya. Susah buang air besar merupakan reasi
pertahanan yang biasa terhadap pembuangan itu.
Dilain pihak, if the mother pleads with the child to have a
bowel movement dan memujinya dengan berlebihan ketika dia melakukannya, si anak
akan memandang bahwa produk yang telah dia buang sebagai sesuatu yang bernilai
besar. Belakangan dalam hidupnya dia akan termotivasi untuk memproduksi atau
menciptakan sesuatu yang menyenangkan orang atau menyenangkan dirinya sendiri
seperti ketika dia dulu berhajat demi menyenangkan ibu. Kedermawanan,
memberikan hadiah, donasi, dan filantropi bisa merupakan keluaran dari
pengalaman dasar ini.
Jika terlalu banyak penekanan diletakkan pada nilai dari
kotoran, si anak merasa bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang bernilai ketika
dia buang air besar. Dia akan merespon kehilangan itu dengan perasaan
depressed, depleted, dan cemas. Dia akan berusaha menghindarkan kehilangan
semacam itu di masa depan dengan menolak membuang kotorannya. Jika mode/cara
ini difiksasi dan digeneralisir, orang itu akan pelit, hemat, dan ekonomis.
Retensi atau ngeukeuweuk tahi adalah cara lain dari anal
functioning. Meski ia bisa dipakai sebagai pertahanan melawan kehilangan
sesuatu yang dipandang bernilai, retentsi mendatangkan rasa nikmat dalam
dirinya sendiri. Tekanan yang halus pada dinding internal rectum oleh
bahan-bahan fecal secara sensual memuaskan. Buang air besar menghentikan
kenikmatan ini dan membuat orang merasa semacam kekosongan dan kehilangan. Jika
seseorang berfiksasi atas jenis kenikmatan erotik ini ia akan berkembang menjadi
minat yang digeneralisir adalam mengoleksi, memiliki atau mendapatkan objek.
Suatu reaksi-buatan [reaction formation] terhadap retensi
mungkin berkembang sebagai akibat dari rasa bersalah, yang dalam kasus mana
orang akan berkewajiban untuk melepaskan kepemilikan dan uangnya dalam cara
yang tanpa banyak pertimbangan atau dengan melakukan menginvestasikannya secara
asal-asalan. Memiliki sesuatu membuat orang-orang semacam itu begitu cemas
ehingga mereka akan melakukan apapun untuk melepaskannya. Lebih jauh lagi,
mereka medapat kepuasan dari kegiatan menghamburkan uang dalam cara yang
ekspulsif.
C. ZONA SEKSUAL
Kenikmatan penting ketiga adalah organ-organ seks. Memijat
dan memanipulasi organ-organ seseorang (masturbasi) menghasilkan kenikmatan
sensual. Pada saat yang sama, terdapat intensifikasi perinduan seksual dalam
disi si anak akan oran tuanya yang memulai serangkaian perubahan-perubahan
penting dalam object-cathexesnya. Periode pertumbuhan selama mana si anak asyik
dengan genitalnya dinamakan tahap phallic.
Karena organ reproduktif pria dan wanita berbeda dalam
strukturnya, perlulah untuk membahas peristiwa-peristiwa dalam tahap phallik
ini untuk kedua jenis kelamin secara terpisah.
1. Tahap phallik pria. Mendahului masuknya periode phallic,
anak lelaki mencintai ibunya dan mengidentifikasikan diri dengan ayahnya.
Ketika dorongan seksual meningkat, cinta si anak akan ibunya menjadi semakin
incestuous dan sebagai akibatnya dia menjadi mencemburui rivalnya, sang ayah.
This state of affair ini yang didalamnya si anak memimpikan kepemilikan seksual
yang eksklusif atas si ibu dan merasakan hawa antagonistik kepada si ayah
disebut Oedipus compleks. Oedipus adalah tokoh terkemuka dalam mitologi Yunani
yang membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Perkembangan Oedipus kompleks
menciptakan satu ancaman baru bagi si anak. Jika dia keukeuh dalam
ketertarikannya secara seksual kepada sang ibu, dia akan beresiko untuk dilukai
secara fisik oleh sang ayah. Ketakutan spesifik yang dipelihara si anak adalah
bahwa ayahnya akan memotong [remove] organ seks si anak yang offending.
Ketakutan ini disebut kecemasan cstrasi. The reality of castration dibawa
pulang si anak ketika dia melihat anatomi seksual seorang anak perempuan, yang
tidak menganjur keluar seperti genital kaum pria. Anak perempuan itu bagi si
anak lelaki terlihat sebagai hasil dari [telah mengalami] castrasi. �Jika
kastrasi itu bisa terjadi padanya, hal itu pun bisa berlaku untuk saya,�
itulah yang ada dibenaknya. Sebagai akibat kecemasan castrasi, si anak merepresi
hasrat incestuousnya terhadap sang ibu dan permusuhannya pada si ayah, dan
Oedipus kompleks hilang. Faktor-faktor yang lain juga berkonspirasi dalam
memandulkan Oedipus kompleks. Terdapat (1) ketakmungkinan untuk memenuhi
keinginan seksual terhadap sang ibu, seperti yang dilakukan Oedipus, (2)
ketaksetujuan di pihak si ibu, dan (3) maturasi.
Ketika si anak membuang keinginan seksualnya terhadap si
ibu, dia mungkin mengindentifikasikannya dengan objek yang hilang, ibunya itu,
atau mengintensifikasi identifikasinya dengan sang ayah. Yang dari keduanya ini
akan terjadi tergantung pada kekuatan relatif dari komponen-komponen maskulin
dan feminin dalam susun-bangun personalitas si anak. Freud mengasumsikan bahwa
setiap orang constitutionally adalah biseksual, yang berarti bahwa dia mewarisi
tendensi-tendensi dari kedua kutub seks itu. Jika tendensi feminin yang
dimiliki si anak lelaki secara lelatif kuat dia akan condong untuk
beridentifikasi dengan si ibu setelah Oedipus kompleksnya hilang. Jika tendensi
maskulinnya lebih kuat, identifikasi dengan sang ayah akan ditekankan.
Typically, selalu terdapat beberapa indentifikasi sebagaimana object-cathexes
dengan kedua orang tua. Dengan
mengidentifikasikan dengan ayah, si anak shares the father�s
cathexis terhadap si ibu. Pada saat yang sama, identifikasi dengan sang ayah
takes the place of the boy�s feminine cathexis tor the father. Dengan
mengidentifikasikan dengan sang ibu, dia mendapatkan kepuasan parsial akan
hasrat seksualnya terhadap si ayah, sementara identifikasi tersebut takes the
place of the boy�s cathexis for the mother. Adalah kekuatan relatif dan
keberhasilan dari identifikasi-identifikasi ini yang menentukan nasib karakter
si anak dan keterkaitan-keterkaitannya, antagonisme-antagonimsmenya, dan
derajat maskulinitas dan femininitasnya dalam hidupnya di masa nanti.
Identifikasi-identifikasi ini juga melahirkan pembentukan superego. Superego
dikatakan sebagai anak dari Oedipus kompleks, karena ia mengambil tempat yang
dulunya diduduki oleh oedipus kompleks.
Selama beberapa tahun, kira-kira antara umur 5, ketika
Oedipus kompleks direpresi oleh ketakutan akan kastrasi, sampai 12, ketika
energi insting seksual semakin besar melalui perubahan-perubahan dalam sistem
reproduktif, impuls-impuls agresif dan seksual dari anak berada dalam keadaan
yang subdued [terpenjara]. Ini disebut periode latency. Dengan dimulainya
pubertas, impuls-impuls tersebut dihidupkan kembali dan memulai the typical
stress and strains of adolescence. Adaptasi-adaptasi dan transformasi-transformasi
baru berlangsung selama masa adolescent ini yang akhirnya memuncak dalam
penstabilan personalitas.
2. The Female Phallic Stage. Sama seperti yang terjadi
dengan anak lelaki, objek cinta pertamanya anak perempuan, terlepas dari
cintanya akan tubuhnya sendiri (narcissisme), adalah sang ibu, tapi tidak
seperti kasus anak lelaki pada awalnya tak terjadi suatu identifikasi dengan
ayahnya. Ketika dia mengetahui bahwa dia tidak memiliki genital esternal yang
mudah dikenali secara selintas seperti yang dimiliki kaum pria, dia merasa
telah mengalami kastrasi. Dia menyalahkan ibunya atas kondisi ini dan cathexis
untuk ibunya itu karenanya menjadi lemah. Lebih jauh lagi, si ibu mengecewakan
si anak dalam urusan yang lain. Dia merasa bahwa si ibu tidak memberikannya
cukup cinta atau bahwa dia harus berbagi cinta si ibu dengan saudara-saudaranya
baik yang pria maupun yang wanita. Sewaktu cathexis untuk sang ibu melemah, si
anak mulai memilih sang ayah, yang mempunyai organ �yang sekarang tak dia
miliki lagi�.
Cintanya si anak terhadap ayahnya bercampur dengan rasa iri karena dia memiliki
sesuatu yang tidak dia miliki. Ini dikenal dengan penis envy. Ini merupakan
counterpart feminin dari kecemasan kastrasi yang diidap anak lelaki. Kedua
kondisi ini, penis envy dang ketakutan akan kastrasi, merupakan aspek-aspek
dari fenomena umum yang sama, yang
disebut castrasi kompleks. Kastrasi dan Oedipus kompleks adalah dua
perkembangan tahap phallik yang paling penting.
Munculnya castrasi kompleks dalam diri anak lelaki adalah
alasan pokok kenapa Oedipus kompleks ditinggalkan, sementara dalam diri anak
perempuan kastrasi kompleks itu (penis envy) bertanggung jawab dalam
memperkenalkan Oedipus kompleks. Dia mencintai ayahnya dan cemburu pada ibunya.
Meski the female Oedipus complex tampaknya tidak hilang seperti dalam diri anak
lelaki, ia menjadi semakin lemah berkat maturasi dan ketakmungkinan untuk
memiliki sang ayah. Identifikasi-identifikasi kemudian mengambil tempat dari
object-cahtexes.
Seperti anak lelaki, anak perempuan juga biseksual, dan
kekuatan identifikasi dengan masing-masing orang tua ditentukan sebagian oleh
kekuatan relatif dari predisposisi-predisposisi feminin dan maskulin yang
dimiliki si anak perempuan. Jika komponen maskulinnya kuat, si anak akan lebih mengidentifikasikan
dengan ayahnya dan menjadi tomboy. Jika impuls-impuls femininnya mendominasi,
si anak akan beridentifikasi dengan lebih intim dengan ibunya. Akan tetapi,
biasanya terdapat derajat-derajat identifikasi dan cathexis dengan
masing-masing orang tua. Usaha untuk menyamai [menandingi] atas sang ibu yang
dilakukan si anak membawanya lebih dekat pada sang ayah dan juga mengkompensasi
hilangnya relasi cinta dengan ibunya. Serupa itu pula, identifikasinya dengan
sang ayah mengkompensasi akan hilangnya genital dan memelihara cathexis untuk
sang ibu. Kekuatan dan keberhasilan identifikasi-identifikasi ini mempengaruhi
the nature of her attachments, hostilities and the degree of masculinity and
femininity in later life, as well as producing the superego.
Si anak juga memiliki periode latensi, ketika
impuls-impulsnya berada di bawah dominasi reaksi-buatan. Dia bangkit dari
latensi pada masa pubertas. Dia juga berhasil mengatasi
permasalahan-permasalahan masa remaja dan akhirnya mencapai kestabilan ketika
dewasa.
D. GENITAL SEXUALITY
Ketiga tahap perkembangan, oral, anal, dan phallic,
sama-sama masuk ke dalam periode pragenital. Periodu eini berlangsung sepanjang
lima tahun pertama usia. Karakteristik menonjol dari insting seksual selama
periode pragenital ini adalah narcisismenya. Jenis narcissisme ini yang disebut
primer tidak boleh dikacaukan dengan apa yang disebut narcisisme sekunder.
Narcisisme sekunder mengacu para perasaan pride yang ego alami ketika ia
mengidentifikasikan diri dengan ideal-ideal yang dimiliki superego. Narcisisme
primer mengacu para perasaan sensual yang muncul dari perangsangan-diri.
Narcisisme primer adalah kenikmatan ragawi. Ia dicontohkan dengan menyedot
ibujari, membuang atau mendapatkan kembali tahi, dan masturbasi.
Insting seksual sepanjang periode pragenital tidak diarahkan
kearah reproduksi. Si anak meng-cathex-kan tubuhnya sendiri karena tubuhnya itu
merupakan sumber dari rasa nikmat yang tidak sedikit. Dia juga bisa
meng-cathex-kan orang tuanya, tapi cathex-cathex ini berkembang karena orang
tuanya, terutama ibu, membantunya mencapai kenikmatan ragawi. Payudara ibu
merupakan sumber utama dari kenikmatan oral, dan belaian, ciuman, dan
peninakboboan yang dilakukan oleh kedua orang tua adalah memuaskan secara sensual.
Mengikuti interupsi yang terjadi semasa periode latensi,
insting seksual mulai berkembang dalam arahan tujuan reproduksi yang bersifat
biologis. Remaja mulai tertarik pada lawan jenisnya. Ketertarikan ini pada
akhirnya memuncak dalam sexual union. Fase perkembangan final ini disebut tahap
genital. Tahap genital dicirikan oleh object-choices daripada oleh narcisisme.
Ia merupakan periode sosialisasi, kegiatan-kegiatan sosial, perkawinan, dan
membina rumah tangga, perkembangan minat serius dalam kemajuan keprofesian dan
tanggungjawab-tanggungjawab orang dewasa lainnya. Ini merupakan tahap yang
paling panjang dimulai sedari usia belasan-akhir until senility sets in, pada
waktu mana seseorang cenderung mengalami regresi kembali ke masa pra genital.
Namun tidak boleh diasumsikan bahwa tahap genital
menggantikan tahap pragenital. Rather, cathex-cathex pragenital menjadi
bercampur dengan cathex-cathex genita. Berciuman, membelai, dan bentuk-bentuk
bercinta lainnya yang biasa dilakukan sebagai bagian dari pola berkasih-kasihan
memuaskan impuls-impuls pragenital. lebih jauh lagi, displacement, sublimasi,
dan tranfromasi-transformasi lain dari cathex-cathex pragenital menjadi bagian
struktur karakter yang permanen.
VI. SUMMARY
Perkembangan personalitas berlangsung sebagai akibat dari
dua kondisi. (1) maturasi dari pertumbuhan alamiah dan (2) proses pembeljaran
untuk mengatasi frustrasi, menjauhkan diri dari rasa sakit, mengatasi konflik,
dan mereduksi kecemasan. Proses pembelajaran terdiri dari pembentukan identifikasi,
sublimasi, displacement, fusion, kompromi, renunciation, kompensasi dan
pertahanan. Semua mekanisme personalitas ini melibatkan dilakukannya substitusi
object-cathexes baru untuk object-choices instingtual. Semua itu juga
melibatkan dibentuknya anti-cathexes yang melawan cathex-cathex instingtual.
Pembentukan cathex dan anti-cathex oleh ego dan superego,
dan interaksi di antara mereka, are responsible for the way in which
personality develops.
Referensi
Identifikasi
Freud, Sigmund. (1921) Group psychology and the Analysis of
the Ego, Bab VII. London: The Hogarth Press, 1948.
Freud, Sigmund. (1923). The Ego and the Id, Bab III. London:
The Hogarth Press, 1947.
Freud, Sigmund (1923). New Introductory Lectures on
Psychoanalysis, Bab 3. New York: W.W. Norton & Company, Inc., 1933.
Displacement dan Sublimasi
Freudm, Sigmund. *1908) �Character and Anal
Erotism.�
Dalam Collected Papers, Vol. II, hal. 45-50. London: The Hogarth Press, 1933.
Freud, Sigmund. (1908) ��Civilized�
Sexual Morality and Modern nervousness.� Dalam Collected
Papers, Vol. II, hal. 76-99. London: The Hogarth Press, 1946.
Freud, Sigmund. (1908) �The Relation of the
Poet to Day-dreaming.� Dalam Collected Papers, Vol. IV, hal. 173-83. London: The
Hogarth Press, 1946.
Freud, Sigmund. (1910) Leonardo da Vinci: A Study in
Psycho-sexuality. New York: Random House, Inc., 1947.
Freud, Sigmund. (1923) The Ego and the Id, Bab. IV. London:
The Hogarth Press, 1947.
Freud, Sigmund (1930) Civilization and Its Discontents, Bab
II. London: The Hogarth Press, 1930.
Mekanisme pertahanan
Freud, Sigmund. (1915) �Repression.�
Dalam Collected Papers, Vol. IV, hal. 84-97. London: The Hogarth Press, 1946.
Freud, Sigmund. (1921) �Instincts and Their
Vicissitudes.�
Dalam Collected Papers, Vol. IV, hal. 60-83. London: The Hogarth Press, 1946.
Freud, Sigmund (1936) �A Disturbance of
Memory on the Acropolis.� Dalam Collected Papers, Vol. V, hal. 302-12. London: The
Hogarth Press, 1950.
Freud, Sigmund. (1937) �Analysis Terminable
and interminable.� Dalam iCollected papers, Vol. V, hal. 316-57. London: The
Hogarth Press, 1950.
Freud, Sigmund (1939) Moses and Monotheism, Bagian III,
Seksi I, Bab 5. New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1947.
Insting Seksual
Freud, Sigmund. (1905) �Three Contributions to
the Theory of Sex.� Dalam The Basic Writings of Sigmund Freud, hal. 553-629.
New York: Random House, Inc., 1938.
Freud, Sigmund. (1923) �The Infantile Genital
Organization of the Libido.� Dalam Collected papers, Vol. II, hal. 244-49. London: The
Hogarth Press, 1933.
Freud, Sigmund. (1925) �The Passing of the
Oedipus-Complex.� Dalam Collected Papers, Vol. II, hal. 269-76. London: The
Hogarth Press, 1933.
Freud, Sigmund. (1925) �Some Psychological
Consequences of the Anatomical Distinction Between the Sexes.�
Dalam Collected Papers, Vol. V, hal. 252-72. London: The Hogarth Press, 1950.
Freud, Sigmund. (1933) New Introductory Lectures on
Psychoanalysis, bab 5. New York: W.W. Norton & Company, Inc., 1933.
* bergerak/berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
* experienced through another by imagining: experienced
through somebody else rather than at first hand, by using sympathy or the power
of the imagination
* bentuk penulisan kata benda jamak yang baru dalam bahasa
Indonesia?
* object-cathexes (bentuk jamak dari object-cathex), jangan
dikacaukan dengan object-cathexis.
* are innately determined barriers
* the lifting of repression
** [console=to provide a source of comfort to somebody who
is distressed or disappointed]
* behavior characterized by casual and indiscriminate sexual
intercourse, often with many people
** kalau dalam terjemahan ini ditemukan frase Reaksi-buatan,
itu sebagai terjemahan dari Reaction Formation ini. Atau pilih mana yang paling
tepat untuk terjemahan tersebut: apakah Pembentukan-reaksi atau Reaksi-buatan?
* insatiable
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar, terbuka dengan masukan, kritik, dan saran.